(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Pengusaha Malaysia Kuasai 2 Juta Hektar Kebun Sawit Indonesia

28 Desember 2009 Admin Website Artikel 9144
Menurut Sekretaris Jendral Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsyad, saat ini paling sedikit 169 perusahaan perkebunan asal Malaysia beroperasi di Indonesia. Luas penguasaan lahan perusahaan perkebunan kelapa sawit asal Malaysia tersebut saat ini sudah hampir mencapai 2 juta hektar, dari total 7,2 hektar kebun kelapa sawit di Indonesia.

#img1# "Ini tentu tidak sesuai dengan keinginan pemerintah yang berencana menciptakan 10 juta hektar kebun kelapa sawit nasional pada tahun 2020 dengan petani sebagai pemangku kepentingan utamanya, bukan perusahaan perkebunan swasta, apalagi swasta asing," ujar Asmar di Medan, Minggu (27/12/2009).

Asmar mengatakan, perusahaan perkebunan kelapa sawit asal Malaysia tersebut menggunakan standar upah Indonesia untuk menggaji petani dan buruh yang bekerja pada mereka. "Upahnya masih standar Indonesia, mestinya kalau perusahaan Malaysia, standar upahnya ikut negara mereka dong. Petani kelapa sawit yang bekerja untuk mereka tidak cocok pendapatannya," kata Asmar.

Namun Asmar mengakui, penguasaan lahan perkebunan sawit Indonesia dalam jumlah besar oleh pengusaha Malaysia juga membawa dampak positif bagi petani. "Kami terutama bisa mengambil manfaat dari penerapan teknologi perkebunan yang diterapkan pengusaha Malaysia. Ada semacam transfer pengetahuan soal teknologi perkebunan," katanya.

Menurut Bendara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara (Sumut) Laksamana Adhyaksa, bagi pengusaha kelapa sawit Indonesia, penguasaan kebun sawit oleh pengusaha Malaysia tak masalah sepanjang pemerintah menjaga kepentingan sosial masyarakat. Laksama melihat, pengusaan lahan kebun sawit oleh pengusaha Malaysia rentan menimbulkan persoalan sosial.

"Investasi di kebun sawit ini kan jangka panjang. Jangan sampai kepentingan sosial ini tak bisa dijaga pemerintah, terutama menyangkut masalah tanah. Untuk investasi jenis ini, pemakaian tanah kan dalam waktu yang sangat lama. Ini yang rentan menimbulkan konflik-konflik pertanahan," kata Laksamana.

DIKUTIP DARI KOMPAS, MINGGU, 27 DESEMBER 2009

Artikel Terkait