(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Pengusaha Karet Ingin Harga Pulih

28 Juni 2016 Admin Website Berita Nasional 2605
Pengusaha Karet Ingin Harga Pulih
JAKARTA. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta pemerintah mengambil peran agar harga karet tidak jatuh. Sebab, bila itu terjadi, imbasnya akan langsung dirasakan para petani karet.

Harga karet saat ini jauh turun bila dibandingkan dengan pada 2011. "Saat itu harga karet USD 5,3 per kg. pada awal 2016, harganya menjadi USD 1,3 per kg. Jadi, sudah susut banyak sekali," tutur Chairman Gapkindo Moenardji Soedargo.

Harga karet, lanjut dia, sempat naik sejenak menjadi USD 1,5 per kg. Namun, bulan ini kembali terkoreksi menjadi USD 1,3 per kg. Upaya menaikkan harga bukannya tidak dilakukan para pengusaha. Salah satunya dengan menahan ekspor karet melalui kesepakatan dengan beberapa negara tetangga. Meskipun, cara itu belum dianggap efektif mendongkrak harga.

Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, didiskusikan pula beberapa alternatif yang mungkin untuk diterapkan. Salah satunya menyalurkan karet ke produk-produk infrastruktur.

Alternatif pertama adalah aspal karet. Aspal karet, tutur dia, mampu membuat umur jalan lebih lama 50 persen. Dampaknya, pemerintah bisa menghemat anggaran.

Dana yang dihemat tersebut bisa digunakan untuk membangun jalan lebih banyak lagi. Kemudian, penggunaan karet di pelabuhan sebagai alas bersandar kapal. Dengan begitu, Indonesia tidak perlu mengimpor bantalan karet lagi.

Alternatif yang lain adalah penggunaan karet pada pintu-pintu air sekunder dan tersier. "Pintu karet lebih tahan lama dan tahan air," lanjutnya.

Pemerintah bisa menggunakan itu untuk mengatur rawa-rawa agar lebih produktif. Juga bisa membangun lebih banyak pengatur air. Khususnya di kawasan-kawasan yang produktivitasnya bergantung kepada musim.

Disinggung kesiapan para pengusaha memproduksi karet untuk infrastruktur, Moenardji mengatakan bahwa itu bergantung kepada pemerintah. Menurut dia, yang diinginkan pengusaha adalah kepastian.

"Pemerintah pasti nggak? Ada inpres-nya nggak? Kalau ada inpres, pengusaha siap," ujar Moenardji. Sebab, kata dia, konsumen produk yang akan diproduksi menjadi jelas. Solusi lainnya ialah meremajakan pohon-pohon karet. (byu/jos/jpnn/man/k15)

SUMBER : KALTIM POST, SENIN, 27 JUNI 2016

Artikel Terkait