JAKARTA--MICOM: Desakan atas penghapusan pajak ekspor progresif crude palm oill(CPO)
atau minyak sawit mentah kembali bergaung. Pajak ekspor progresif CPO
yang mencapai 25 persen terlalu tinggi sehingga memberatkan pelaku
industri sawit. Pemerintah seharusnya menerapkan pajak secara flat bukan
progresif.
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Soedjai
Kartasasmita menegaskan hal tersebut usai acara International Conference
and Exhibition on Palm Oil (ICE-PO) 2011 di Jakarta, kemarin. Penerapan
pajak ekspor progresif menjadi faktor penghambat perkembangan
perkebunan kelapa sawit.
"Pemerintah ingin memacu nilai ekspor CPO, tapi malah memasang
kebijakan pajak ekpor progresif. Lucu, kita dorong ekspor, dikenakan
pajak tinggi. Pemerintah segera menyelesaikan revisi pajak ekspor. Kalau
perlu jangan ada pajak ekspor untuk CPO," ujarnya.
Jumlah produksi CPO Indonesia saat ini mencapai 22 juta ton per
tahun. Kebutuhan CPO dalam negeri per tahun hanya mencapai 5 juta ton.
Tidak berkembangnya industri hilir membuat serapan CPO di dalam negeri
sangat rendah, sehingga petani harus mengekspornya.
Tragisnya, hasil pajak ekpor CPO tidak dikembalikan untuk
perkembangan industri sawit. Ini terlihat dari lambatnya infrastruktur
seperti pelabuhan.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 11 MEI 2011