
NUNUKAN. Selain komoditi rumput laut dan kepala sawit,
komoditi kakao juga sempat menjadi komoditi andalan di Pulau Sebatik.
Kendati tren rumput laut dan kelapa sawit beberapa tahun belakangan "naik daun", perlahan-lahan komoditi yang dijadikan bahan baku cokelat
ini, mulai tergerus dan ditinggalkan.
Informasi yang dihimpun media ini
menunjukkan, banyak diantara pemilik kebun kakao lebih memilih
mengalihfungsikan kebun mereka menjadi perkebunan sawit. Apalagi Pulau
Sebatik sendiri menjadi salah satu kecamatan penghasil kepala sawit yang
lumayan besar.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Bidang (Kabid)
Perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten
Nunukan Masniadi mengungkapkan, luas lahan kakao di Pulau Sebatik saat
ini sekitar 6.514 hekatre (ha).Jika merujuk kebelakang, luasan
perkebunan yang diupdate 2012 lalu itu, mengalami penurunan yang lumayan
siginifikan.
"Memang dulu luasan kebun kakao di Sebatik kurang lebih 11
hektare. Tapi beberapa kebun yang sudah begitu tua, sekarang ini ada
yang dialihkan ke komoditi lain," ungkap Masniadi.Lanjut dijelaskannya,
secara produksi komoditi kakao berada pada level yang lumayan stabil.
Jika di tahun 2011 lalu angka produksi mencapai 12.886.5 ton, di 2012
mengalami kenaikan menjadi 12.886.1 ton.
"Angka ini akumulasi satu
tahun. Artinya kenaikan tetap ada walaupun tidak terlalu siginifikan,"
ujarnya.Masniadi kemudian memastikan, komoditi kakao yang hanya
berkembang di Pulau Sebatik bakal dipertahankan untuk tetap eksis
berproduksi. Apalagi permintaan pasar terhadap komoditi ini cukup tinggi
tiap tahunnya.Harga satu kilogram kakao kering saat ini berada
dikisaran Rp 16 ribu.
Harga ini merupakan harga rata-rata yang
didapatkan masyarakat dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Target
pasar kakao sendiri juga lumayan menjanjikan. Masyarakat lebih cenderung
menjual hasil produksi mereka ke Tawau, Malaysia lantaran lebih dekat
dan low budget.
"Memang ada upaya untuk memasarkan kakao ini di dalam
negeri. Namun karena pertimbangan letak geografis dan tingginya biaya
pengiriman, masyarakat lebih cenderung memilih memasarkan di negara
tetangga," tukas Masniadi.Ransangan terhadap petani juga tidak
henti-hentinya dilakukan dishutbun. Mulai dari bimbingan Sumber Daya
Manusia (SDM), pendekatan person to person kepada petani, bantuan pupuk
hingga pembinaan secara berkala.
"Kita selalu berusaha memotifasi
masyarakat untuk mempertahankan kebun mereka. Komoditi ini harus tetap
ada sebagai salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Nunukan,"
pungkasnya.
SUMBER : RADAR TARAKAN, JUMAT, 31 MEI 2013