Langkah Malaysia Turunkan BK CPO Dinilai Wajar
JAKARTA. Pengusaha sawit nasional menilai Pemerintah
Malaysia berhak menentukan berapa pun besaran bea keluar ekspor minyak
sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari negaranya.
Sekjen
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan
mengatakan, Indonesia dan Malaysia saling sepakat untuk menjaga
kestabilan harga CPO. Seperti diketahui, pemerintah Malaysia
mengeluarkan kebijakan menurunkan bea keluar CPO sebesar 4,5-8,5 persen
dari sebelumnya 23 persen. Kebijakan itu akan berlaku mulai awal tahun
depan.
"Kami melihat kebijakan penurunan bea keluar itu mungkin
untuk kepentingan Malaysia sendiri. Setiap negara mempunyai kebijakan
masing-masing. Jadi tidak ada ungkapan menyalahi kesepakatan dengan
negara lain," kata Paulus, ketika dihubungi di Jakarta, Senin
(15/10/2012).
Menurutnya, pihaknya akan melihat seperti apa
dampak dari penerapan bea keluar CPO Malaysia. Pemerintah Indonesia,
menurutnya, harus kembali duduk bersama pemerintah Malaysia untuk
membahas kenaikan bea keluar itu.
"Kita tidak boleh
berandai-andai seperti apa dampak dari bea keluar itu. Ketika kemarin
dikatakan bahwa Malaysia akan turunkan bea keluar, harga CPO turun. Kita
harus cermati dengan adanya revisi bea keluar itu akibatnya seperti
apa. Dulu, Malaysia juga pernah meminta kita untuk mencabut bea keluar,"
jelasnya.
Terpisah, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, kebijakan tersebut
merupakan upaya pemerintah Malaysia yang ingin melindungi industri dalam
negerinya terutama ketika sedang mengalami penurunan.
"Ekspor
CPO Malaysia itu didominasi hilirnya, sedangkan porsi lainnya kecil.
Saat ini hilirnya sedang agak menurun, jadi mereka pangkas pajaknya,"
kata Joko.
Joko menuturkan, pasar CPO dunia akan kompetitif.
Dengan adanya kenaikan bea keluar CPO Malaysia, maka nantinya akan
terlihat apakah Indonesia bisa bersaing dengan Malaysia di pasar
internasional. Pasalnya, kata dia, bea keluar CPO Indonesia jauh lebih
besar dari Malaysia. Karena itu, Joko mengatakan, saat ini merupakan
waktu yang tepat bagi pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi bea keluar
CPO.
"Dampaknya akan kita lihat nanti, apakah akan turunkan
daya saing CPO kita atau tidak. Dalam berbisnis, kedua negara tidak
perlu menetapkan kebijakan yang sama karena masing-masing mempunyai
pasar sendiri. Yang perlu sama adalah ketika melawan tekanan dari barat
yakni serangan NGO yang terkadang mengada-ada," tegasnya. (gna)
DIKUTIP DARI OKEZONE EKONOMI, SENIN, 15 OKTOBER 2012