
SENDAWAR. Sebanyak 38 kelompok tani dari Kecamatan
Melak, Linggang Bigung, dan Mook Manaar Bulatn diberikan bimbingan
teknis (bimtek) berkebun kakao (Theobroma cacao)di Hotel Mahakam Asri,
Jalan Pattimura Kecamatan Melak, Sendawar, belum lama ini. Kegiatan ini
dilaksanakan kerja sama Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga
Pengembangan Pertanian (LPP) Nahdlatul Ulama (NU) Kaltim bersama LPP-NU
Kutai Barat.
Untuk kegiatan praktiknya meninjau perkebunan kakao di Kampung
Purwodadi, Kecamatan Linggang Bigung. Ketua DPW LPP NU Kaltim Elvyani NH
Gaffar mengatakan, pihaknya memilih Kutai Barat untuk pengembangan
perkebunan kakao, karena memiliki tanah yang subur. Sedangkan keuntungan
bagi petaninya, merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi.
"Sehingga
pembukaan perkebunan kakao potensinya menjanjikan bagi peningkatan
ekonomi masyarakat. Apalagi, beberapa komoditas perkebunan lainnya
seperti karet, buah naga telah berhasil berkembang di Kutai Barat," kata
Elvyani.
Dia mengatakan, melalui bimtek ini juga petani diberikan pengetahuan
tambahan. Mulai bagaimana cara memetik buah kakao yang baik, membelah
buahnya, mengeluarkan dan mengambil biji kakao dari kulitnya. Untuk
mengolah biji kakao petani mengolah sendiri dan ada juga yang menjual
sebelum diolah.
Ke depan, Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) akan memberikan
bantuan mesin pengolah biji kakao menjadi siap saji berupa cokelat
pasta dan bubuk cokelat. Elvyani menyebutkan, biji kakao yang sudah
dipermentasi harganya Rp 15 ribu per kilogram pada September 2013.
Setelah ada bimtek ini, harganya naik menjadi Rp 21 ribu per kilogram.
Dengan adanya mesin ini, semoga para petani kakao di Kutai Barat lebih
semangat. "Ke depan kami akan mengajarkan pengemasan dengan baik dan
penjualan atau pemasaran baik di Kutai Barat sendiri maupun di luar
Kutai Barat. Kalau ini berhasil, kami akan berupaya dan memintakan mesin
pengemasnya. Yang jelas, saat ini kita tunjukkan dan meyakinkan dulu
hasil kinerja," sarannya.
Ketua Asosiasi Petani Cokelat Nusantara Kutai
Barat, Budi Harjo mengatakan, selama 25 tahun menanam cokelat dijual
kepada pembeli cokelat. "Tidak merasakan bagaimana hasil cokelat yang
mereka tanam," kata Budi.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SABTU, 28 DESEMBER 2013