Kebun Sawit tidak Boleh di Areal Hutan dan Gambut
23 Februari 2012
Admin Website
Artikel
7697
NUSA DUA. Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan mengakui pesatnya pertumbuhan industri kelapa
sawit di Indonesia mengakibatkan gesekan terhadap satwa yang berada
dihabitatnya. Karena itu, izin pembukaan lahan kelapa sawit tidak boleh
berada dikawasan hutan dan gambut yang dihuni beragam satwa.
"Kita akui habitat harimau, orang utan dan berbagai satwa lainnya terganggu dan terancam karena berubah jadi kebun sawit. Tapi ini karena kebijakan masa lalu, ini yang harus kita benahi dan tata kembali," kata Menhut seusai memberikan keynote speech dalam Konfernsi ICOPE (international conference on palm oil and environment) di Bali, Rabu (22/2).
Menhut menjelaskan, pada tahun-tahun terdahulu pemerintah memang sedang giat menjaring investor dari berbagai negara dan kalangan. Karena itu, jika ada investor yang berminat mengembangkan industri kelapa sawit diberikan kemudahan, termasuk dibolehkan membuka lahan diareal perhutanan yang masih didiami berbagai macam satwa.
"Dulu memang izin perkebunan sawit mudah, kadang dibujuk, tapi sekarang diperketat. Karena itu jangan samakan yang dulu dengan kebijakan saat ini," ucap Zulkifli.
Ia menegaskan perizinan pembukaan kebun kelapa sawit saat ini menurut Inpres nomor 10 tahun 2011 menegaskan hutan yang bagus dan gambut sudah tidak boleh lagi dijadikan perkebunan sawit. Menurutnya, kawasan hutan yang boleh dikonversi tapi tidak berhutan dan tidak bergambut, "Tapi memang itu sudah tidak banyak (lahannya)," lanjut Menhut.
Ucapan Menhut mendapat tanggapan dari Komisaris Utama PT SMART Tbk Franky O Widjaja. Ia mengakui kebijakan masa lalu mendatangkan dampak negatif, karena itu ia berjanji akan ikut mengedepankan keberlangsungan lingkungan.
"Menteri tadi katakan, di masa lampau bagaimana mendatangkan investor jadi dibiarkan tanam di mana saja, yang lampau kalau diukur sekarang tentu tidak baik. Tapi sekarang kita harus bertanggungjawab terahdap anak cucu kita, global warming harus diperhatikan," kata Franky di acara yang sama.
"Kita akui habitat harimau, orang utan dan berbagai satwa lainnya terganggu dan terancam karena berubah jadi kebun sawit. Tapi ini karena kebijakan masa lalu, ini yang harus kita benahi dan tata kembali," kata Menhut seusai memberikan keynote speech dalam Konfernsi ICOPE (international conference on palm oil and environment) di Bali, Rabu (22/2).
Menhut menjelaskan, pada tahun-tahun terdahulu pemerintah memang sedang giat menjaring investor dari berbagai negara dan kalangan. Karena itu, jika ada investor yang berminat mengembangkan industri kelapa sawit diberikan kemudahan, termasuk dibolehkan membuka lahan diareal perhutanan yang masih didiami berbagai macam satwa.
"Dulu memang izin perkebunan sawit mudah, kadang dibujuk, tapi sekarang diperketat. Karena itu jangan samakan yang dulu dengan kebijakan saat ini," ucap Zulkifli.
Ia menegaskan perizinan pembukaan kebun kelapa sawit saat ini menurut Inpres nomor 10 tahun 2011 menegaskan hutan yang bagus dan gambut sudah tidak boleh lagi dijadikan perkebunan sawit. Menurutnya, kawasan hutan yang boleh dikonversi tapi tidak berhutan dan tidak bergambut, "Tapi memang itu sudah tidak banyak (lahannya)," lanjut Menhut.
Ucapan Menhut mendapat tanggapan dari Komisaris Utama PT SMART Tbk Franky O Widjaja. Ia mengakui kebijakan masa lalu mendatangkan dampak negatif, karena itu ia berjanji akan ikut mengedepankan keberlangsungan lingkungan.
"Menteri tadi katakan, di masa lampau bagaimana mendatangkan investor jadi dibiarkan tanam di mana saja, yang lampau kalau diukur sekarang tentu tidak baik. Tapi sekarang kita harus bertanggungjawab terahdap anak cucu kita, global warming harus diperhatikan," kata Franky di acara yang sama.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, KAMIS, 23 PEBRUARI 2012