
SAMARINDA. Kaltim membuka peluang investasi bagi
para pengusaha Jepang dan pengusaha negara lain untuk mengembangkan
industri oleochemical di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional
(KIPI) Maloy di Kutai Timur.
KIPI Maloy yang telah mendapat persetujuan pemerintah pusat menjadi
kawasan ekonomi khusus melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85/2014
tentang Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK)
dinilai lebih prospektif dibanding kawasan industri lain yang sudah
dikembangkan lebih dulu di daerah Jawa dan Sumatera.
"Kami akan memfasilitasi berapapun investasi yang akan digelontorkan
oleh pengusaha-pengusaha Jepang untuk pengembangan industri
oleochemical, seperti yang dilakukan PT Unilever di Kawasan Industri Sei
Mangkei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara," kata Kepala Badan
Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kaltim Diddy Rusdiansyah,
saat mendampingi Plt Sekprov Kaltim menerima kunjungan Konsul Jenderal
Jepang di Surabaya, Noboru Nomura belum lama ini.
Prospek investasi yang mungkin digelontorkan para pengusaha Jepang
adalah dalam pengembangan industri produk turunan sawit. Kepada para
pengusaha Jepang Diddy menegaskan bahwa mereka tidak perlu khawatir,
sebab potensi sawit di Kaltim, khususnya Kutai Timur sangat besar.
Produk-produk turunan pertama CPO (crude palm oil) bisa secara langsung
dikirim ke perusahaan-perusahaan Jepang melalui Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) II yang dari sisi jarak tempuh akan lebih singkat
dibanding jalur yang biasa dilalui ALKI I.
"Jika pengusaha Jepang berminat, silahkan turunan pertamanya dibuat di
Maloy, lalu kirim ke Jepang atau negara lain untuk diolah lagi menjadi
kosmetik atau produk lain sesuai standar Jepang. Yang penting,
hilirisasi pertama dibuat di Kaltim. Pengiriman lewat Dumai atau Sei
Mangke pasti lebih lama, sementara menggunakan ALKI II akan lebih
cepat," beber Diddy.
Diddy juga mengungkapkan hingga saat ini investasi para pengusaha
Jepang masih jauh jika dibanding investasi yang ditanamkan oleh para
pengusaha Singapura, Australia dan Malaysia. Karena itu Pemprov Kaltim
sangat berharap dukungan Duta Besar Jepang untuk Indonesia untuk
mempromosikan potensi Kaltim kepada para investor dari negeri Sakura
untuk melirik potensi besar pengembangan oleochemical di Bumi Kalimantan
Timur.
Menanggapi hal tersebut, Konsul Jepang di Surabaya Noboru Nomura
mengatakan investasi perusahaan Jepang sangat mungkin dilakukan, namun
dengan sejumlah syarat. Diantaranya, harga lahan yang memadai
(realistis), ketersediaan listrik yang cukup, ketersediaan gas dan upah
buruh minimum.
"Kenaikan upah minimum tidak boleh 20 hingga 30 persen pertahun sebab
itu pasti akan menyulitkan. Pada sekitar kawasan itu apakah sudah ada
mal atau fasilitas layanan publik lainnya? Terpenting, jalanan tidak
boleh macet seperti di Jakarta. Itu sangat tidak baik, karena waktu
pekerja akan lebih banyak habis di jalan," kata Noboru.
Hal lain yang juga harus dipertimbangkan menurut Noboru antara lain
persoalan jarak tempuh dari lokasi pabrik menuju pelabuhan. Jika
jaraknya mencapai 4-6 jam, sangat tidak efisien. Demikian pula terkait
perijinan ekspor.
Pemerintah harus mampu membuat aturan perijinan ekspor langsung dari
Maloy ke negara tujuan. "Jadi tidak perlu ijin dulu ke Surabaya atau
Jakarta. Itu akan membuat pengusaha Jepang tidak tertarik," ujar Noboru. (sul/es/hmsprov).
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM