Hingga Juni, Terdapat 76 Kasus Gangguan Usaha Perkebunan
SAMARINDA. Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Hj Etnawati
Usman mengakui hingga periode Juni 2014 ini telah terjadi 76 kasus ganguan
usaha perkebunan yang terjadi di wilayah Kaltim.
Gangguan
usaha perkebunan tersebut antara lain konflik perusahaan dengan masyarakat,
tumpang tindih peruntukkan lahan serta okupasi (pendudukan/penguasaan lahan)
dan tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan maupun tuntutan kepastian hak
atas lahan/tanah.
Menurut
Etnawati, gangguan usaha perkebunan merupakan suatu keadaan yang tidak mungkin
dihindari. "Karenanya, semua pihak harus bersatu dalam menghadapi gangguan
usaha perkebunan untuk segera diupayakan penyelesaiannya agar tidak
berlarut-larut" katanya.
Permasalahan
gangguan usaha perkebunan di Kaltim (termasuk Kalimantan utara) ini dikemukakan
Kepala Disbun Kaltim pada pertemuan koordinasi gangguan usaha dan konflik
perkebunan di kabupaten/kota se-Kaltim, Rabu (27/8).
Dikemukakan
Etnawati, saat ini banyak investor yang ingi menanamkan modalnya di subsektor
perkebunan. Gangguan usaha di Kaltim dirasakan sangat mengganggu serta
dapat menurunkan kinerja usaha subsektor perkebunan.
Selain
itu, penanganan dan penyelesaian kasus gangguan usaha perkebunan dirasakan masih
lamban bahkan belum terkoordinasi dengan baik. Seperti tumpang tindih dengan
usaha pertambangan pada lahan hak guna usaha (HGU) yang masih aktif.
Termasuk
sengketa lahan perusahaan besar swasta (PBS) dengan hutan tanaman industri
(HTI) maupun okupasi (penguasaan/pendudukan) lahan perusahaan yang sudah HGU
oleh masyarakat setempat.
Etnawati
mengakui pada kenyataannya kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh jajaran Disbun Kaltim tetapi perlu
didukung instansi terkait yang memiliki kewenangan dalam penyelesaian dan
penangannya.
"Karenanya,
iklim usaha perkebunan perlu dijaga agar tetap kondusif sehingga minat investor
tidak surut hanya karena tidak adanya kepastian hukum dan jaminan keamanan
dalam berinvestasi," ungkap Etnawati.
Ditambahkannya,
gangguan usaha dan konflik perkebunan memiliki karakter multidimensi dengan
aspek ekonomi, politik, hukum, sosial budaya dan lingkungan. “sehingga, dalam
penangannya harus dilakukan secara konprehensif dan terkoordinasi.(yans/adv)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN