Gapki Minta Bea Keluar Produk Hilir CPO Dinolkan
03 Juli 2012
Admin Website
Artikel
3745
JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
meminta pemerintah mengkaji ulang besaran bea keluar (BK) untuk produk
hilir dan minyak sawit mentah (CPO) karena pemberlakuan BK dinilai tidak
efektif.
"Level BK untuk produk hilir sebaiknya dinolkan dan level untuk CPO dikurangi. Hal tersebut merupakan salah satu cara agar industri kelapa sawit terus bertumbuh," kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan di Jakarta, Senin (2/7).
Fadhil menuturkan, selama ini fungsi instrumen BK CPO tidak efektif dan masih tumpang tindih.
"Pemasukan BK untuk penerimaan negara dan mengamankan pasokan bahan baku untuk industri minyak goreng serta hilirisasi industri berbasis CPO tidak maksimal. Pemerintah perlu menyempurnakan aturan BK agar industri kelapa sawit dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi," paparnya.
Jika pemerintah bisa mengevaluasi aturan BK, program hilirisasi industri kelapa sawit bisa tercapai.
"Kalau besaran BK itu dievaluasi, yang hilir dinolkan, tujuan hilirisasi bisa tercapai. Distorsi terhadap industri diminimalkan karena besaran BK CPO 25% menyebabkan smuggling," ujarnya.
Fadhil menegaskan bahwa selama ini Dirjen Bea Cukai tidak mengetahui perbedaan CPO dan produk turunannya.
"Bea cukai tidak bisa membedakan antara CPO dengan produk turunan dan membuat aturan BK yang merugikan sektor industri," ucapnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SENIN, 2 JULI 2012
"Level BK untuk produk hilir sebaiknya dinolkan dan level untuk CPO dikurangi. Hal tersebut merupakan salah satu cara agar industri kelapa sawit terus bertumbuh," kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan di Jakarta, Senin (2/7).
Fadhil menuturkan, selama ini fungsi instrumen BK CPO tidak efektif dan masih tumpang tindih.
"Pemasukan BK untuk penerimaan negara dan mengamankan pasokan bahan baku untuk industri minyak goreng serta hilirisasi industri berbasis CPO tidak maksimal. Pemerintah perlu menyempurnakan aturan BK agar industri kelapa sawit dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi," paparnya.
Jika pemerintah bisa mengevaluasi aturan BK, program hilirisasi industri kelapa sawit bisa tercapai.
"Kalau besaran BK itu dievaluasi, yang hilir dinolkan, tujuan hilirisasi bisa tercapai. Distorsi terhadap industri diminimalkan karena besaran BK CPO 25% menyebabkan smuggling," ujarnya.
Fadhil menegaskan bahwa selama ini Dirjen Bea Cukai tidak mengetahui perbedaan CPO dan produk turunannya.
"Bea cukai tidak bisa membedakan antara CPO dengan produk turunan dan membuat aturan BK yang merugikan sektor industri," ucapnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SENIN, 2 JULI 2012