TENGGGARONG. Berbeda dengn petani Indonesia, petani di Jepang harus rajin dan tidak
boleh bermalas-malasan serta harus disiplin terhadap musim karena jika
tidak maka hasil panen, baik pertanian maupun produk hortikultura akan
rendah.
Demikian dikatakan salah petani Jepang yang menghadiri Pekan Nasional
XIII Petani dan Nelayan Hasizume Takashi di sela-sela Japan Farmer's
Meeting di Pulau Kumala, yang merupakan rangkaian Penas, Ahad (19/6).
Hasizume menjelaskan di Jepang terdapat empat musim, panas,dingin, semi
dan musim gugur. Empat musim ini membuat petani Jepang harus lebih giat
bekerja bila dibandingk dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim.
"Kami petani Jepang tidak bisa santai. Apabila terlambat bertanam,
hasil panen tidak maksimal bahkan gagal. Apa yang harus dikerjakan hari
ini, harus dikerjakan saat itu juga, tidak dapat menunggu.
Petani Jepang sangat disiplin terhadap waktu tanam dan waktu panen
mengingat musim yang sangat berpengaruh terhadap produksi," ujarnya
dalam bahasa Jepang.
Dijelaskan, pertanian di Jepang sejak dulu secara turun-temurun telah
menerapkan keunggulan dan kekhasan masing-masing daerah berdasarkan
struktur tanah, cuaca dan lain-lain.
Misalnya, daerah Wakayama yang dekat dengan laut, sangat cocok dengan
perkebunan jeruk.
Sementara daerah lain yang beriklim dingin, yaitu
Almori cocok ditanam apel. Sehingga sentra jeruk ada di Wakayama, sentra
apel di Almori.
Ditanya tentang potensi pertanian Indonesia, Hasizume Takashi dengan
tertawa mengatakan tidak dapat berkomentar karena baru pertama kali
datang dan mengenal Indonesia.
Dirinya mengaku sering mendengar tentang
pertanian Indonesia, tetapi baru saat Penas di Tenggarong ini dapat
melihat langsung.
Secara umum Hasizume Takashi mengatakan ada perbedaan mendasar antara
pertanian di Indonesia dan Jepang.
Apabila produk pertanian di Indonesia
memang telah dibutuhkan oleh pasar, sementara produk pertanian Jepang
dalam memproduksi sesuatu harus sesuai dengan"pakemnya".
Misalnya, kalau tomat hanya boleh dipanen ketika warnanya telah mulai
merah, buah harus dipanen setelah benar-benar matang pohon. Jadi yang
diutamakan menjaga kualitas karena konsumennya sangat memperhatikan hal
tersebut.
"Berbeda dengan pasar di Indonesia, karena konsumennya yang membutuhkan,
petani sering memanen produk sebelum waktunya. Memanen buah sebelum
matang sempurna. Di Jepang, apabila petani tidak dapat menjaga kualitas,
tidak laku di pasaran," ujarnya.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM