Empat Musim, Petani Jepang Tidak Boleh Malas
20 Juni 2011
Admin Website
Artikel
15778
TENGGGARONG. Berbeda dengn petani Indonesia, petani di Jepang harus rajin dan tidak
boleh bermalas-malasan serta harus disiplin terhadap musim karena jika
tidak maka hasil panen, baik pertanian maupun produk hortikultura akan
rendah.
Demikian dikatakan salah petani Jepang yang menghadiri Pekan Nasional XIII Petani dan Nelayan Hasizume Takashi di sela-sela Japan Farmer's Meeting di Pulau Kumala, yang merupakan rangkaian Penas, Ahad (19/6). Hasizume menjelaskan di Jepang terdapat empat musim, panas,dingin, semi dan musim gugur. Empat musim ini membuat petani Jepang harus lebih giat bekerja bila dibandingk dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim.
"Kami petani Jepang tidak bisa santai. Apabila terlambat bertanam, hasil panen tidak maksimal bahkan gagal. Apa yang harus dikerjakan hari ini, harus dikerjakan saat itu juga, tidak dapat menunggu. Petani Jepang sangat disiplin terhadap waktu tanam dan waktu panen mengingat musim yang sangat berpengaruh terhadap produksi," ujarnya dalam bahasa Jepang.
Dijelaskan, pertanian di Jepang sejak dulu secara turun-temurun telah menerapkan keunggulan dan kekhasan masing-masing daerah berdasarkan struktur tanah, cuaca dan lain-lain. Misalnya, daerah Wakayama yang dekat dengan laut, sangat cocok dengan perkebunan jeruk.
Sementara daerah lain yang beriklim dingin, yaitu Almori cocok ditanam apel. Sehingga sentra jeruk ada di Wakayama, sentra apel di Almori. Ditanya tentang potensi pertanian Indonesia, Hasizume Takashi dengan tertawa mengatakan tidak dapat berkomentar karena baru pertama kali datang dan mengenal Indonesia.
Dirinya mengaku sering mendengar tentang pertanian Indonesia, tetapi baru saat Penas di Tenggarong ini dapat melihat langsung. Secara umum Hasizume Takashi mengatakan ada perbedaan mendasar antara pertanian di Indonesia dan Jepang.
Apabila produk pertanian di Indonesia memang telah dibutuhkan oleh pasar, sementara produk pertanian Jepang dalam memproduksi sesuatu harus sesuai dengan"pakemnya". Misalnya, kalau tomat hanya boleh dipanen ketika warnanya telah mulai merah, buah harus dipanen setelah benar-benar matang pohon. Jadi yang diutamakan menjaga kualitas karena konsumennya sangat memperhatikan hal tersebut.
"Berbeda dengan pasar di Indonesia, karena konsumennya yang membutuhkan, petani sering memanen produk sebelum waktunya. Memanen buah sebelum matang sempurna. Di Jepang, apabila petani tidak dapat menjaga kualitas, tidak laku di pasaran," ujarnya.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM
Demikian dikatakan salah petani Jepang yang menghadiri Pekan Nasional XIII Petani dan Nelayan Hasizume Takashi di sela-sela Japan Farmer's Meeting di Pulau Kumala, yang merupakan rangkaian Penas, Ahad (19/6). Hasizume menjelaskan di Jepang terdapat empat musim, panas,dingin, semi dan musim gugur. Empat musim ini membuat petani Jepang harus lebih giat bekerja bila dibandingk dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim.
"Kami petani Jepang tidak bisa santai. Apabila terlambat bertanam, hasil panen tidak maksimal bahkan gagal. Apa yang harus dikerjakan hari ini, harus dikerjakan saat itu juga, tidak dapat menunggu. Petani Jepang sangat disiplin terhadap waktu tanam dan waktu panen mengingat musim yang sangat berpengaruh terhadap produksi," ujarnya dalam bahasa Jepang.
Dijelaskan, pertanian di Jepang sejak dulu secara turun-temurun telah menerapkan keunggulan dan kekhasan masing-masing daerah berdasarkan struktur tanah, cuaca dan lain-lain. Misalnya, daerah Wakayama yang dekat dengan laut, sangat cocok dengan perkebunan jeruk.
Sementara daerah lain yang beriklim dingin, yaitu Almori cocok ditanam apel. Sehingga sentra jeruk ada di Wakayama, sentra apel di Almori. Ditanya tentang potensi pertanian Indonesia, Hasizume Takashi dengan tertawa mengatakan tidak dapat berkomentar karena baru pertama kali datang dan mengenal Indonesia.
Dirinya mengaku sering mendengar tentang pertanian Indonesia, tetapi baru saat Penas di Tenggarong ini dapat melihat langsung. Secara umum Hasizume Takashi mengatakan ada perbedaan mendasar antara pertanian di Indonesia dan Jepang.
Apabila produk pertanian di Indonesia memang telah dibutuhkan oleh pasar, sementara produk pertanian Jepang dalam memproduksi sesuatu harus sesuai dengan"pakemnya". Misalnya, kalau tomat hanya boleh dipanen ketika warnanya telah mulai merah, buah harus dipanen setelah benar-benar matang pohon. Jadi yang diutamakan menjaga kualitas karena konsumennya sangat memperhatikan hal tersebut.
"Berbeda dengan pasar di Indonesia, karena konsumennya yang membutuhkan, petani sering memanen produk sebelum waktunya. Memanen buah sebelum matang sempurna. Di Jepang, apabila petani tidak dapat menjaga kualitas, tidak laku di pasaran," ujarnya.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM