Disbun Sosialisasikan ISPO pada Pengusaha Sawit
21 September 2011
Admin Website
Artikel
4652
SAMARINDA - Sebagai upaya penerapan produk kelapa sawit yang lestari dan
berkelanjutan, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim mengadakan Sosialisasi
Indonesian International Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan sejumlah perusahaan perkebunan di
Kalimantan Timur, di Samarinda, Senin (19/9) kemarin.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, HM Sa'bani dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Bidang Usaha Etnawati mengatakan, berbagai aktivitas manusia berakibat pada penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya alam sebagai penyangga kehidupan, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan.
"Sektor perkebunan misalnya, pembukaan lahan dengan cara land clearing menyebabkan terjadinya aliran permukaan, erosi, sedimentasi yang berakibat pendangkalan badan sungai," kata Etnawati. Dia menjelaskan, hingga saat ini jumlah perusahaan perkebunan di Kaltim tercatat s318 perusahaan dengan luasan lahan garapan mencapai 3,3 juta hektare, namun dari jumlah tersebut baru sekitar 108 perusahaan yang melaksanakan penanaman.
"Hingga saat ini luas lahan yang telah ditanami mencapai 693 ribu hektare," ujar Etnawati Saat ini, pemangku kelapa sawit Indonesia menancapkan tonggak sejarah baru, dengan pendeklarasian ISPO atau sebuah sistem pengelolaan bisnis kelapa sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal tersebut tentu sangat bagus, ditengah citra negatif industri kelapa sawit yang dinilai mengembangkan kelapa sawit dengan tidak mengindahkan kaidah kaidah pelestarian lingkungan hidup.
"Padahal luas perkebunan sawit Indonesia saat ini mencapai delapan juta hektare dan menyumbang 45 persen dari total produksi Crude Palm Oil dunia," kata Etnawati.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini, menekankan kepada para pelaku usaha perkelapasawitan akan mengacu kepada Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bukan kepada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Pada prinsipnya ISPO sudah punya daya saing, dan aturan ISPO wajib (mandatory) bagi seluruh pelaku perkelapasawitan dan diharapkan ketentuan ini dapat meningkatkan pengembangan perkelapasawitan Indonesia.
Pada Sosialisasi Indonesian International Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) itu, panitia menghadirkan sejumlah narasumber dari Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas Mulawarman dan Universitas Gajah Mada, LSM Wahana Lingkungan Indonesia Samarinda dan dari Direktorat Jendral Perkebunan.
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN & HUMAS PROV. KALTIM
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, HM Sa'bani dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Bidang Usaha Etnawati mengatakan, berbagai aktivitas manusia berakibat pada penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya alam sebagai penyangga kehidupan, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan.
"Sektor perkebunan misalnya, pembukaan lahan dengan cara land clearing menyebabkan terjadinya aliran permukaan, erosi, sedimentasi yang berakibat pendangkalan badan sungai," kata Etnawati. Dia menjelaskan, hingga saat ini jumlah perusahaan perkebunan di Kaltim tercatat s318 perusahaan dengan luasan lahan garapan mencapai 3,3 juta hektare, namun dari jumlah tersebut baru sekitar 108 perusahaan yang melaksanakan penanaman.
"Hingga saat ini luas lahan yang telah ditanami mencapai 693 ribu hektare," ujar Etnawati Saat ini, pemangku kelapa sawit Indonesia menancapkan tonggak sejarah baru, dengan pendeklarasian ISPO atau sebuah sistem pengelolaan bisnis kelapa sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal tersebut tentu sangat bagus, ditengah citra negatif industri kelapa sawit yang dinilai mengembangkan kelapa sawit dengan tidak mengindahkan kaidah kaidah pelestarian lingkungan hidup.
"Padahal luas perkebunan sawit Indonesia saat ini mencapai delapan juta hektare dan menyumbang 45 persen dari total produksi Crude Palm Oil dunia," kata Etnawati.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini, menekankan kepada para pelaku usaha perkelapasawitan akan mengacu kepada Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bukan kepada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Pada prinsipnya ISPO sudah punya daya saing, dan aturan ISPO wajib (mandatory) bagi seluruh pelaku perkelapasawitan dan diharapkan ketentuan ini dapat meningkatkan pengembangan perkelapasawitan Indonesia.
Pada Sosialisasi Indonesian International Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) itu, panitia menghadirkan sejumlah narasumber dari Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas Mulawarman dan Universitas Gajah Mada, LSM Wahana Lingkungan Indonesia Samarinda dan dari Direktorat Jendral Perkebunan.
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN & HUMAS PROV. KALTIM