China dan India Butuh Lebih Banyak Minyak Sawit
31 Maret 2010
Admin Website
Artikel
6192
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Muhammad Fadhil Hasan, Rabu (31/3/2010), di Jakarta, dan Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun yang dihubungi di Medan.
Permintaan minyak sawit India yang diperkirakan meningkat dari 6,5 juta ton pada 2009 menjadi 7,3 juta ton tahun ini. Demikian juga China, para analis pasar minyak nabati memperkirakan peningkatan kesejahteraan akan memicu kenaikan impor minyak sawit China sedikitnya 750.000 ton.
Kondisi ini yang membuat peluang Indonesia meningkatkan volume ekspor semakin terbuka lebar. Hal ini didukung produksi minyak sawit Malaysia yang diprediksi turun dari 17,5 juta ton tahun 2009 menjadi 17,2 juta ton akibat peremajaan tanaman.
Menurut Oil World, lembaga riset pasar minyak nabati yang berbasis di Jerman, konsumsi minyak dan lemak dunia akan mencapai 169 juta ton tahun 2010. Minyak sawit berperan 22,7 persen (45,9 juta ton) dan tumbuh tertinggi dari minyak nabati lain selama tiga tahun terakhir.
Kenaikan permintaan tentu berdampak pada harga. Namun, harga minyak sawit satu minggu terakhir bergerak turun setelah pada awal Maret berfluktuasi antara 800 dollar AS dan 850 dollar AS per ton di Rotterdam.
"Harga ini membuat tarif bea keluar minyak sawit April menjadi 4,5 persen. Tetapi kalau saat ini, harga domestik malah cenderung turun karena penguatan rupiah (terhadap dollar AS)," ujar Derom.
Direktur Utama PT Anugerah Langkat Makmur Musa Rajek Shah yang dihubungi di Medan, mengungkapkan, produsen minyak sawit domestik berharap mereka dapat menikmati kenaikan harga internasional seperti eksportir. Selama ini, produsen minyak sawit yang menjual di pasar domestik kerap tertekan bea keluar yang berpengaruh kepada pembelian tandan buah segar kelapa sawit petani.
"Kami minta pemerintah turut berperan supaya produsen minyak sawit lokal dan petani bisa menikmati fluktuasi harga internasional," kata Musa.
Kampanye negatif
Berkait tudingan Greenpeace, organisasi nonpemerintah internasional lingkungan, produksi minyak sawit PT SMART Tbk tidak lestari, Derom, yang juga Wakil Presiden II Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mengatakan, pihaknya belum ada menerima pengaduan dari para pihak yang terlibat. RSPO memiliki mekanisme pengaduan terhadap praktik yang melanggar asas kelestarian untuk penyelesaian terpadu.
"RSPO tidak memberikan tanggapan karena belum ada pengaduan (dari anggota RSPO)," kata Derom.
DIKUTIP DARI KOMPAS, RABU, 31 MARET 2010