Apkasindo Minta Izin Perusahaan Sawit Dibatasi
06 Februari 2014
Admin Website
Berita Daerah
4176
PENAJAM. Pernyataan Direktur
Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fadhil
Hasan, tentang keluhan pengusaha/investor kelapa sawit berkaitan
Permentan 98/2013 yang membatasi kepemilikan lahan seluas 100.000
hektare, sehingga dianggap membatasi pertumbuhan industri sawit
nasional, memantik tanggapan.
Pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kaltim Akhmad Indradi, kemarin, mengatakan, pernyataan Fadhil Hasan tersebut mencerminkan keserakahan pemilik modal untuk menguasai lahan sebanyak–banyaknya tanpa memikirkan kepentingan masyarakat banyak untuk tumbuh.
Dikatakan, perusahaan besar atau pemilik modal terkesan hanya mementingkan kesejahteraan mereka sendiri, tanpa memikirkan distribusi ruang bagi kebun rakyat untuk tumbuh. Tidak mengherankan jika konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan terus terjadi dan trennya akan semakin sering terjadi. Apalagi dipicu minimnya langkah perusahaan untuk membangun plasma ataupun pola kemitraan lainnya dengan masyarakat sekitar.
Melihat hal ini, kata dia, pemerintah seharusnya membatasi pengeluaran izin maupun membatasi luasan lahan yang dikuasai perusahaan besar. Kalau perlu bahkan tidak boleh lebih dari 20.000 hektare untuk satu perusahaan.
"Semestinya ada rencana tata ruang khusus yang berkaitan dengan batas-batas areal mana yang bisa dikeluarkan izin bagi perusahaan besar dan mana yang dicadangkan untuk pertumbuhan usaha perkebunan rakyat. Dengan tata ruang tersebut kebun rakyat dan kebun perusahaan besar bisa tumbuh bersama dan saling menguatkan. Kepala daerah tidak boleh menerbitkan izin semaunya sesuai pesanan pemilik modal. Ada ungkapan, jika seluruh bumi Kaltim ini disuguhkan bagi para pemilik modal niscaya semua akan dilalap habis dan tak ada sisa untuk rakyat," ujarnya.
Pemerintah semestinya memahami bahwa lahan adalah sumber daya yang terbatas jumlahnya dan menjadi alat produksi yang sangat penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.
"Yang dimaksud masyarakat dalam hal ini adalah rakyat banyak, bukan hanya segelintir pemilik modal/perusahaan besar. Dalam hal ini pemerintah harus punya komitmen agar rakyat diberi prioritas untuk memiliki lahan demi kesejahteraan hidupnya, bukan hanya sebagai buruh di lahan milik perusahaan," tuturnya.
Menurut Akhmad Indradi, permasalahan ekonomi sekarang ini bukan sekadar meningkatkan produksi, meningkatkan luasan, atau meningkatkan pendapatan pajak saja. Tetapi, bagaimana mendistribusikan kemakmuran kepada masyarakat.
"Justru disinilah peran pemerintah untuk mengatur, memberikan keadilan, agar pertumbuhan subsektor ini bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ada ungkapan, luasan bumi ini cukup untuk menghidupi bermiliar manusia, tetapi tidak cukup luas untuk memenuhi hasrat keserakahan satu orang," sindirnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan mengatakan, hampir semua pengusaha sawit mengeluhkan Peraturan Menteri Pertanian RI No 98/Permentan /OT.140/9/2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan.
"Kami berharap pemerintah melakukan revisi terhadap peraturan tersebut," ujar Fadhil Hasan. Ada dua hal yang dikeluhkan pengusaha dan investor. Pertama, izin usaha perkebunan (IUP) sawit satu perusahaan atau satu grup perusahaan dibatasi paling luas 100 ribu hektare. Kedua, pengurusan IUP sawit harus mendapat rekomendasi dari gubernur. Tidak seperti biasanya cukup dengan izin dari bupati setempat.
Pelaku usaha sawit di Kaltim mengatakan, Permentan ini menghambat proses perizinan. “Biasanya kami mengurus izin langsung ke bupati. Sekarang harus meminta rekomendasi ke gubernur. Ini sangat menghambat. Karena harus ada telaahan dari dinas-dinas terlebih dulu, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Bagian Ekonomi. Semua pengusaha dan investor komplain. Paling cepat prosesnya enam bulan,” kata pengusaha sawit dari Kaltim yang enggan namanya dikorankan ini.
Selain itu, lanjut dia, Permentan 98/2013 juga membatasi lahan perkebunan sawit luasnya 100 ribu hektare per perusahaan atau per grup perusahaan.
"Seharusnya tidak boleh dibatasi. Orang mau berusaha kok dibatasi, seharusnya berapa saja silakan," kata pengusaha tersebut. Menurutnya pembatasan luas kebun per IUP sawit ini, membuat industri kelapa sawit susah berkembang. (ari/wan/k8)
DIKUTIP DARI KALTIM POST, KAMIS, 6 FEBRUARI 2014