(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Pupuk Bersubsidi Tak Sesuai Kebutuhan

30 Juni 2008 Admin Website Artikel 6799
Kamis (26/6) kemarin dilakukan pertemuan antara Dinas Pertanian dan Peternakan, PT PKT Kaltim, PT Petrokimia Gresik, KTNA, HKTI, pengecer pupuk bersubsidi dan tokoh petani. Pertemuan dilaksanakan di lantai dasar kantor bupati PPU Jl Provinsi Km 9 Nipahnipah. Pertemuan dipimpin oleh Asisten II Sekkab PPU Antung AR Sumagiri.

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Ahmad Usman kepada Kaltim Post usai pertemuan mengatakan, persoalan yang utama yang dihadapi petani adalah kurangnya pasokan pupuk bersubsidi yang telah dijatah jumlahnya oleh pemerintah.

"Ya. Masalah kurangnya jatah pupuk bersubsidi yang jadi masalah," kata Usman. Kekurangan itu jumlahnya ribuan ton.

Jatah pupuk bersubsidi jenis urea di PPU setiap tahun hanya 1.300 ton. Pupuk seharga Rp 1.200 per kilogram itu diperuntukkan bagi seluruh sektor di PPU, tak hanya untuk pertanian tanaman pangan. Pupuk itu untuk perikanan, peternakan serta perkebunan. Hingga pertengahan tahun ini sudah diserap petani sebesar 910 ton.

Padahal, untuk pertanian tanaman pangan saja diperlukan pupuk urea sebanyak 2.400 ton untuk 16 ribu hektare sawah. Belum lagi untuk keperluan lainnya. "Paling tidak, untuk PPU diperlukan 5 ribu ton pupuk urea bersubsidi," kata Usman.

Langkah yang akan diambil oleh Pemkab PPU khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan adalah melakukan pendataan ulang kebutuhan pupuk urea di PPU untuk petani serta nelayan. Pendataan akan dilakukan oleh PPL ke masing-masing kelompok tani. Kebutuhan pupuk itu harus dituangkan dalam rencana kerja kelompok.

"Data itu lalu kita kumpulkan dan dihitung. Lalu, kebutuhan riil petani akan kita sampaikan ke Pemprov Kaltim untuk ditambah," kata Usman.

Pupuk bersubsidi itu hanya boleh digunakan oleh petani tanaman pangan. Untuk perkebunan kelapa sawit, hanya diperkenankan digunakan untuk kebun dengan luasan dua hektare ke sawah. "Pupuk bersubsidi tidak untuk pengusaha. Harga di tingkat pengecer tidak boleh di atas harga eceran tertinggi," pungkas Usman.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, SABTU, 28 JUNI 2008

Artikel Terkait