Petani Lada Kaltim Kekurangan Pupuk Organik
SAMARINDA. Benua Etam yang
dulunya menghasilkan lada besar-besaran dan menjadi pengekspornya, kini
justru seolah diabaikan. Malah kekurangan pupuk organik yang cukup
dibutuhkan. Memiliki potensi yang sebenarnya hebat, namun kurang
dimanfaatkan.
Pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat
saat ini lebih memilih berkebun sawit, karena dianggap lebih mudah
diurus. Produk hilirisasi sang investor tunggal sudah "lari" ke Jawa
Timur. Banyak alasan pelarian itu yang dinilai memang wajar. Mungkinkah
lada Kaltim bisa bangkit di era perlambatan ekonomi global?
Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan
(Disbun) Kaltim Sukardi menjelaskan, saat ini lada Kaltim memang
dipandang tak lebih menyenangkan dibanding berkebun sawit. Sebab,
mengelola lada perlu keseriusan dalam hal waktu, yakni diperlukan
perhatian intensif sehari penuh. Hama maupun gangguan tanaman lainnya
mudah menyerang.
Dibanding sawit, ujar Sukardi, lada tak
memiliki kekuatan lebih untuk bertahan di musim panas. "Sedangkan di
musim penghujan, bila terlalu banyak curah hujan itu, akan terganggu
jamur, atau biasa disebut petaninya cendawan. Kini, kebun lada di Kaltim kekurangan pupuk organik. Sehingga cukup sulit berkembang," paparnya.
Dia mengatakan, tahun ini Disbun Kaltim
akan menyediakan pupuk organik bagi masyarakat melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Yakni, untuk masyarakat petani
kebun lada di Kukar seluas 300 hektare (ha) dan di Penajam Paser Utara
(PPU) seluas 100 ha. Sementara kebun lada di Berau maupun Kutim, belum
diberikan bantuan di tahun ini dalam perencanaan itu. "Asalkan curah
hujan normal dan tak terdapat El Nino, produksi lada Kaltim bisa terus
meningkat. Pupuk organik ini masih kurang digunakan di Kaltim," ujarnya.
Diketahui, banyak petani yang
menggunakan bahan kimia untuk pemupukan. Berdasarkan data yang
dikeluarkan Kementerian Pertanian, banyak lahan di Indonesia memiliki
kadar bahan organik yang kurang dari 1 persen. Sedangkan dari berbagai
pengalaman dan penelitian para ahli menyatakan kadar bahan organik yang
tinggi dalam tanah akan sangat membantu memaksimalkan hasil yang didapat
pelaku usaha perkebunan atau pertanian.
Sebelum masa kemerdekaan Indonesia, para
petani sangat senang menggunakan pupuk organik dalam melakukan budi
daya pertanian dibandingkan dengan pupuk anorganik. Namun, fakta menjadi
terbalik semenjak era 1960-an. Petani mulai menggunakan bahan kimia
dalam budi daya pertanian. Produksi pupuk kimia pun dari waktu ke waktu
semakin berkembang.
Kini, lanjut dia, produksi lada pada
lahan seluas 9.497 ha di Kaltim sebanyak 6.704 per ton dalam setahun.
Hal ini masih ingin digenjot, dan berharap ada kemajuan pada 2016 ini. (*/mon/lhl/k15)
SUMBER : KALTIM POST, JUMAT, 8 JANUARI 2016