Berbeda dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim, Negara Jepang
memiliki empat musim, yaitu musim panas, dingin, semi dan musim gugur.
Inilah yang menempa petani Jepang sehingga memiliki karakter dan
disiplin tinggi dalam bercocok tanam.
Seorang petani jeruk Jepang, Hasizume Takashi mengatakan dirinya
menanam jeruk di lahan seluas empat hektare yang terdiri dari beberapa
jenis jeruk sesuai dengan musim. Jeruk jenis Nakata dipanen November,
jenis Okute pada Desember. Sementara itu jeruk jenis Dekopori panen pada
Pebruari, jenis Shunpo dipanen Maret dan jenis Lomon serta Natsumi
panen bulan April.
"Saat penen saya dibantu istri dan anak serta lima orang peserta magang
dari berbagai negara Asean," ujarnya dalam Bahasa Jepang.
Menurut dia, dirinya sangat senang mendapat kunjungan sejumlah petani
muda dari berbagai negara anggota Asean yang ingin belajar pertanian di
kebunnya.
Selama ini, Hasizume Takashi, menerima dua orang petani muda
dari Filipina, tiga orang dari Thailand dan Sembilan orang dari
Indonesia.
"Program menerima petani muda tersebut membuat saya senang dan terkadang
menemui kesulitan terutama bahasa. Saya memberikan ilmu sebanyak
mungkin tidak saja ilmu pertanian, tetapi juga bahasa, budaya dan
kehidupan Jepang," ucapnya.
Dirinya merasa prihatin, karena di banyak Negara Asean terutama di
Jepang sudah kurang peduli lagi terhadap pertanian. Pertukaran petani
antar Asean, menurutnya perlu lebih mendapat perhatian, padahal
mayoritas masyarakat Asean masih menjadikan nasi sebagai bahan pokok.
"Saya siap menerima petani muda yang masih mempunyai jiwa, harapan dan
semangat untuk bercocok tanam di sektor pertanian. Semoga pengiriman
petani muda dari Asean ini ke depannya dapat lebih baik," ujarnya.
Dirinya berpesan agar petani di Asean dapat memproduksi tanaman dengan
baik dengan menjaga kualitas produksi. Selain itu, sangat penting untuk
memperhatikan fenomena alam sehingga petani dapat menanam dan panen
sesuai dengan iklim dan cuaca.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM