JAKARTA - Penyerapan pupuk urea bersubsidi masih sangat
rendah. Tercatat hingga Mei 2011, baru 38% pupuk bersubsidi yang diserap
para petani.
Menurut Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Rahmat
Pambudi, rendahnya penyerapan pupuk disebabkan kesalahan kebijakan
pemerintah.
Rendahnya penyerapan pupuk oleh petani lebih disebabkan kesalahan
pemerintah. Pupuk bersubsidi pada tahun sebelumnya diberikan secara
gratis. Kenapa sekarang kebijakannya berbeda. Petani masih mengharapkan
kebijakan pupuk gratis," tandasnya di Jakarta, Kamis (16/6).
Menurut Rahmat, pemerintah seharusnya konsisten dalam membuat
kebijakan. Ini jadi pembelajaran agar pemerintah tidak sembarang
membuat kebijakan. Bila sekarang menerapkan kebijakan pupuk bersubsidi,
pemerintah harus memonitoring distribusinya. Jangan sampai ada
penyelewengan alokasi," tandasnya.
Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian
Pertanian Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, minimnya penyerapan pupuk
bersubsidi pada musim tanam I memang seperti biasa terjadi. Penyerapan
pupuk tertinggi diperkirakan pada musim tanam di bulan Oktober.
"Penyerapan pupuk minim bukan karena permasalahan distribusi. Tapi
memang sesuai seperti tahun-tahun sebelumnya. Penyerapan pupuk tertinggi
akan berlangsung pada musim tanam di bulan Oktober," tandas Gatot.
Dia menjelaskan, penyebab minimnya penyerapan pupuk bersubsidi
seperti urea, ZA, dan NPK adalah penggunaan pupuk organik. Menurutnya,
para petani beralih penggunaan pupuk dari pupuk anorganik ke pupuk
organik. "Petani lebih memilih untuk menggunakan pupuk organik ketimbang
pupuk anorganik," ungkapnya.
Penyebab lainnya, lanjut Gatot, adalah serangan hama wereng di
sejumlah sentra pertanian. Adapun daerah yang terkena hama wereng di
antaranya, Tasikmalaya, Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen.
"Rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi dibanding alokasi Permentan
karena efektifnya penyaluran pupuk menggunakan mekanisme RDKK (Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok). Sehingga, spekulan tak bisa bermain.
Dengan RDKK untuk pembelian pupuk harus memperlihatkan data kebutuhan
sesuai yang ada di RDKK, ucap Gatot.
Dia menambahkan, harga pupuk bersubsidi harus sesuai harga yang
ditetapkan pemerintah. Harga tertinggi pupuk urea bersubsidi adalah
Rp1.600, sedangkan harga pupuk NPK, dan ZA bervariasi sesuai harga
pabrik.
"Jika ditemukan kenaikan harga pupuk bersubsidi melebihi harga yang
ditetapkan, para petani harus segera melaporkan kepada Komisi Pengawasan
Pupuk dan Pestisida yang berada di tiap kabupaten/kota. Sebab itu
merupakan pelanggaran," klaimnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, KAMIS, 16 JUNI 2011