Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan Perlu Libatkan Lintas Instansi
SAMARINDA. Dalam pelaksanaan pembangunan perkebunan di Kaltim
dihadapkan pada masalah-masalah atau gangguan usaha. Karenanya,
penanganan atas kasus ini hendaknya melibatkan seluruh sektor atau
lintas instansi terkait.
Penanggulangan konflik atau ganguan usaha perkebunan harus dilakukan
secara menyeluruh (konfrehensif) dan terkoordinasi bersama instansi yang
memiliki kewenangan sesuai bidang kerja.
Antara lain Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Departemen Dalam Negeri
berkaitan dengan sengketa batas desa/wilayah, tata ruang dan masyarakat
adat. Departemen Kehutanan untuk status pelepasan kawasan hutan dan
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas tumpang tindih
lahan perkebunan dengan kegiatan pertambangan dan Departemen Pertanian
terkait teknis lahan budidaya maupun komoditi.
Sementara itu gangguan usaha itu diantaranya oleh masyarakat sekitar
berupa okupasi (penyerobotan) lahan maupun tumpang tindih lahan dengan
kegiatan usaha lain, seperti pertambangan maupun pertanian termasuk
kawasan transmigrasi.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Etnawati didampingi Kepala
Bidang Perlindungan H Yus Alwi Rahman, adanya kasus konflik atau
gangguan usaha perkebunan yang berkepanjangan dapat menghambat
pengembangan program daerah ini.
"Bahkan permasalahan yang muncul tersebut dapat menyurutkan niat
investor untuk menanamkan modalnya pada usaha perkebunan karena tidak
ada kepastian hukum atas suatu lahan," ujar Etnawati.
Saat ini diindikasikan pemicu konflik atau gangguan usaha perkebunan
itu antara lain tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan (lahan
adat), adanya lahan masyarakat yang digarap perusahaan tanpa prosedur
yang benar.
Ganti rugi yang tidak wajar olah perusahaan atas lahan milik rakyat dan
adanya proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Termasuk
kurang tertibnya administrasi pertanahan di tingkat
desa/kelurahan/kecamatan.
"Apalagi, nilai tanah selalu meningkat dengan cepat yang disebabkan
meningkatnya permintaan untuk kebutuhan pemukiman karena pertumbuhan
penduduk maupun keperluan pembangunan," ungkap Etnawati.(yans/hmsprov).
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN