SAMARINDA. Target sejuta hektare perkebunan kelapa sawit pada 2013 yang ditetapkan
Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak akan menjadikan Kaltim sebagai
salah satu provinsi penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di
Indonesia. Terkait hal itu, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional
(KIPI) Maloy di Kabupaten Kutai Timur dipersiapkan menjadi pusat
pengolahan CPO beserta produk turunannya dan pusat industri yang
terintegrasi dengan pelabuhan berskala internasional.
Terletak pada lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) yang
merupakan lintasan laut perdagangan internasional dan berada pada
kawasan pusat ekonomi dunia masa depan (Pacific Rim) merupakan salah
satu keunggulan yang dimiliki KIPI Maloy. Selain itu, kawasan Maloy juga
masuk dalam jalur interkoneksitas Kalimantan dan Sulawesi, yang dilalui
jalur regional lintas trans Kalimantan dan transportasi penyeberangan
ferry Tarakan-Toli Toli, Balikpapan-Mamuju.
Dasar hukum pembangunan dan pengembangan KIPI Maloy adalah Peraturan
Presiden No.32/2012 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Ekonomi Kalimantan,
sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi
Nasional.
Juga diperkuat dengan Instruksi Presiden No.1/2012, yang menetapkan
Kalimantan Timur sebagai Klaster Industri berbasis Oleochemical di Maloy
Kutai Timur, serta Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2009, Visi Kaltim
Bangkit 2013, mewujudkan Kaltim sebagai Pusat Agroindustri dan Energi
Terkemuka menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera.
Dengan ditetapkannya KIPI Maloy sebagai salah satu dari sejumlah proyek
pembangunan di Kaltim yang masuk dalam program MP3EI Koridor Ekonomi
Kalimantan merupakan bukti proyek tersebut sangat strategis sehingga
patut mendapat dukungan dari pemerintah pusat.
KIPI Maloy memiliki dua konsep pembangunan, yang pertama adalah
membangun klaster industri oleochemical dan pengolahan hasil tambang
berskala internasional dalam rangka meningkatkan nilai tambah,
menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bisnis. Kedua, menyediakan
kawasan industri yang berdaya saing tinggi dengan dukungan insentif dan
berbagai kemudahan.
Pembangunan dan pengembangan KIPI Maloy diperkirakan membutuhkan total
investasi mencapai Rp4,771 triliun, dengan luas kawasan 5.305 hektare.
Tahap pengembangan pertama seluas 1.000 hektare dan lahan yang sudah
dibebaskan seluas 577 hektare.
INFRASTRUKTUR
Percepatan pembangunan KIPI Maloy dilakukan dengan melakukan pembangunan
sarana dan prasarana pendukung diantaranya adalah industri olien,
industri peleburan almunium, stearin dan PFAD, industri asam lemak,
industri biodiesel dan minyak goreng. Sedangkan kawasan penunjang, yaitu
pelabuhan, power plant 2x100 MW, jalur rel kereta api dan terminal
batubara.
Dalam area industri olechemical dibangun pelabuhan CPO dengan kemampuan
diatas 100.000 DWT. Pada sisi darat dibangun diatas areal seluas 115,38
hektare dengan fasilitas kantor, workshop, fire house dan storage tank
sebanyak 19 unit dengan kapasitas masing-masing 3.000 ton/unit.
Disamping itu, Pemprov juga mempersiapkan infrastruktur pendukung berupa
pembangunan jalan akses pelabuhan Maloy sepanjang 17 kilometer dengan
nilai investasi sebesar Rp229 miliar berasal dari dana APBN SAL Tahun
Anggaran 2011, progres saat ini sudah mencapai 20%.
Selanjutnya, pembangunan jalan dalam kawasan industri Maloy sepanjang
8,5 kilometer, nilai investasi Rp95 miliar berasal dari dana APBD
Provinsi 2012, progres 20%. Pembangunan kantor dan fasilitas pendukung
pelabuhan Maloy, nilai investasi Rp39 miliar berasal dari dana APBD
provinsi 2012 Rp7,6 miliar dan 2013 Rp31,4 miliar, progres 11,8%.
Kemudian, pembangunan fasilitas penyediaan air baku untuk KIPI Maloy
dengan nilai investasi Rp200 miliar. Dengan rincian, pembangunan Bendung
Kaliorang Rp30 miliar berasal dari APBD provinsi 2011-2012. Pekerjaan
survey, investigasi dan desain (SID) Bendung Slangkau pada luasan lahan
1.500 hektare, dengan anggaran Rp2 miliar dari APBD provinsi 2012.
Pekerjaan model test, sertifikasi Bendung Kaliorang, nilai investasi
Rp1,2 Milyar, berasal dari dana APBD provinsi 2012. Serta AMDAL Bendung
Kaliorang, nilai investasi Rp600 juta, berasal dari dana APBD provinsi
2012.
Sementara itu, diluar KIPI Maloy, Pemprov juga berupaya meningkatkan
infrastruktur jalan guna mendukung percepatan pembangunan kawasan
tersebut. Sejumlah kegiatan dilakukan diantaranya penanganan/peningkatan
jalan Talisayan-Batu Lepok-Sangkulirang dan peningkatan jalan
Sp.Perdau-Maloy.
Penanganan/peningkatan jalan Talisayan-Batu Lepok-Sangkulirang sepanjang
209 kilometer, dengan nilai investasi Rp575 miliar berasal dari dana
APBD provinsi dan tiga paket multiyears (MYC) 2012-2013, progres
pembangunan fisik sudah mencapai 6% yang dimulai pada awal September
2012.
Peningkatan jalan Sp. Perdau-Maloy sepanjang 30 kilometer, dengan nilai
investasi Rp164 miliar berasal dari dana APBN yang terbagi menjadi dua
paket. Untuk paket satu TA 2012 senilai Rp8,9 miliar dan dua paket MYC
2012-2014 senilai Rp155 miliar. Progres pembangunan fisik sudah mencapai
86,5%.
Selain pembangunan jalan, guna mendukung sarana transportasi darat
menuju KIPI Maloy, juga dilaksanakan pembangunan rel kereta api Muara
Wahau-Lubuk Tutung sepanjang 150 kilometer, kerjasama Pemprov dengan Ras
Al-Khaimah Minerals and Metal Investment, Uni Emirat Arab (UEA) dengan
total investasi sebesar US$ 900 juta.
Selanjutnya, pembangunan rel kereta api Tabang-Lubuk Tutung sepanjang
185 kilometer yang dibangun oleh PT Gunung Bayan dengan total nilai
investasi sebesar US$ 1 miliar.
MTKEZ
Dalam perkembangannya, KIPI Maloy diusulkan Pemprov Kaltim untuk menjadi
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Trans Kalimantan Economic Zone
(MTKEZ) dengan luas 32.800 hektare. MTKEZ merupakan salah satu lokus
pembangunan di Koridor Ekonomi Kalimantan yang akan menjadi bagian dari
postur konektivitas nasional guna memaksimalkan pertumbuhan.
MTKEZ merupakan integrasi antara KIPI Maloy seluas 5.305 hektare,
Kawasan Industri Mineral Trans Kalimantan Economic Zone (TKEZ) seluas
26.500 hektare dan Kawasan Industri Kimia Batuta Coal Industrial Port
(BCIP) seluas 1.000 hektare. Lokasi yang dipilih adalah di Kutai Timur,
yaitu di Kecamatan Sangkulirang, Kaliorang dan Bengalon (Lubuk Tutung),
Kabupaten Kutai Timur.
Pembangunan MTKEZ yang zona industrinya meliputi oleochemical dasar,
industri berbasis makanan dan non makanan dilakukan untuk memacu
perkembangan perekenomian di wilayah timur dan utara Kaltim, sehingga
terjadi pemerataan pembangunan yang mengarah pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Hal itu sesuai dengan grand strategi pembangunan ekonomi Pemprov Kaltim
yang mengarah pada pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan dengan
mengembangkan industri eksisting (minyak bumi, pupuk, gas, crude palm
oil (CPO) dan batubara) dan membangun industri berbasis pertanian dengan
pendekatan skala ekonomi dan klaster.
"Pemprov saat ini berupaya menjadikan MTKEZ sebagai salah satu Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) dengan menjaga dan meningkatkan daya saing
investasi yang didukung dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah,
posisi geografis pada ALKI II, kondisi keamanan yang kondusif, komitmen
pemerintah dalam memfasilitasi investasi dan ketersediaan sumber daya
manusia yang memadai," ujar Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak,
belum lama ini.
MTKEZ juga didukung oleh kawasan industri lainnya yang tersebar di
wilayah Balikpapan (Kawasan Industri Kariangau), Samarinda (Kawasan
Industri Perdagangan dan Jasa), Bontang (Kawasan Industri Minyak, Gas
dan Kondensat), Berau (Kawasan Industri Pariwisata), Bulungan (Delta
Kayan Food Estate) dan Malinau (Kawasan Hutan Kayan Mentarang).
(heru/HMSPROV)
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM