Kenapa Kopi Tak Berkembang di Kaltim, Ini Alasannya
SAMARINDA. KOPI. Minuman berwarna
hitam yang tak akan tergantikan oleh minuman jenis apapun di dunia ini.
Justru kian tren di kancah global. Potensinya cukup besar untuk ikut
menopang ekonomi provinsi ini. Tidak menutup kemungkinan, bila digarap
serius sejak kini, beberapa waktu ke depan biji kopi itu bakal masuk
komoditi unggulan Kaltim.
Akademisi Universitas Mulawarman Dr
Zulkarnain menilai, kopi merupakan komoditi tanaman yang sangat
berprospek. Terlebih, saat ini tren penikmat kopi sedang mendunia.
Berbagai brand minuman kopi di penjuru dunia merebak, salah
satunya Starbucks, menjual kopi yang diambil dari Tanah Air. Malah, bisa
menjual kopi yang berasal dari Indonesia dengan harga mahal. Peluang
ini mesti ditangkap. Kopi bisa tumbuh di mana saja. Terlebih lagi,
Kaltim memiliki lahan pertanian yang luas.
"Masalahnya adalah, sistem perencanaan
pemerintah ketika membuat visi agrobisnis tidak disesuaikan dengan ruang
pertanamannya. Padahal, Kaltim memiliki visi ekonomi berbasis SDA
(sumber daya alam), salah satunya pertanian," ungkap pengamat dari
Fakultas Pertanian ini.
Dia menjelaskan, kopi saat ini memang
belum termasuk sektor unggulan di Kaltim. Padahal, tren kopi yang kini
mendunia itu memiliki potensi pasar yang berkelanjutan. Sehingga, mampu
memperkuat ekonomi regional dan kerakyatan.
"Saat ini, tata ruang Kaltim belum
mengakomodasi peruntukan lahan kopi. Tanaman ini bisa tumbuh di mana
saja. Banyak dari lahan sektor hutan yang cocok untuk pertanian, tapi
tak bisa digunakan karena tak diberi peruntukan dalam tata ruang Kaltim.
Jadi, sampai kini tata ruang dibentuk apa adanya," urai dosen bidang
tata ruang pertanian ini.
Diterangkannya, mestinya
komoditi-komoditi tanaman di Kaltim lebih diatur. Sebab, psikologi para
petani selalu mengikuti tren pasar. "Mereka (petani) sering tak
konsisten. Tanaman jenis mana yang sedang tren, itu yang ditanam. Lalu,
tanaman yang tidak lagi tren ditebang," ucapnya.
Sementara pengamat pertanian Bidang
Iklim, Dr Ir Syamad Ramayana menyatakan, berdasarkan keadaan tanah dan
iklim di Kaltim, mestinya komoditas kopi bisa dikembangkan di Kaltim.
Tak ada kendala untuk mengembangkan komoditas ini dari situasi iklimnya.
Justru, kopi akan bisa tumbuh dengan baik.
"Kami harap pemerintah tidak fokus pada
beberapa komoditi tanaman saja. Banyak tanaman yang perlu diperhatikan.
Belum lagi, kopi memiliki banyak variasinya. Dari cappuccino, mochaccino, vanilla latte,
dan banyak lagi. Hanya perlu diperhatikan sejak sekarang, agar tidak
menyesal belakangan. Sebab, pemerintah, pengusaha, maupun petani saat
ini lebih dominan menanam sawit di Kaltim," papar ketua Jurusan Agro
Teknologi di Fakultas Pertanian Unmul ini.
Seperti diketahui, produksi kopi
nasional sepanjang 2015 hanya tumbuh 1 persen dibanding 2014. Bahkan,
beberapa tahun terakhir, produksi tanaman tropis ini disebut stagnan.
Dinas Perkebunan Kaltim mencatat,
produksi kopi Kaltim pada 2014 lalu sebesar 562 ton, dengan tingkat
produktivitas 229 kilogram per hektare (ha). Angka itu jauh lebih kecil
dari capaian empat tahun sebelumnya atau 2010 lalu, dengan produksi yang
masih mampu mencapai 1.893 ton, dengan tingkat produktivitas 374 kg per
hektare. (mon/lhl/k15)
SUMBER : KALTIM POST, JUMAT, 19 FEBRUARI 2016