JAKARTA--MICOM: Perundingan perjanjian dagang Indonesia dengan
Pakistan dalam kerangka Preferential Trade Agreement (PTA) yang terpaksa
dihentikan tidak akan mengganggu penjualan minyak kelapa sawit mentah
(CPO).
Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar mengungkapkan, tetangga
Pakistan, India, lebih banyak membeli CPO sehingga pasar tidak akan
terganggu.
Kekhawatiran pasar CPO Indonesia akan terganggu karena Malaysia
sebagai penghasil CPO sudah menyepakati Free Trade Agreement (FTA)
dengan Pakistan. Namun, Mahendra mengungkapkan, ia tak khawatir dengan
hal tersebut.
"Saya rasa pasar sawit global besar, tidak terkotak-kotak. Memang
ada satu negara yang sudah punya perjanjian dagang dengan negara lain
ada yang belum. Tapi kalau saya lihat sebagai kesatuan, diharapkan tidak
terlalu mempengaruhi jangka menengah dan panjangnya karena saya rasa
pasar yang sifatnya membatasi diri itu justru akan pada gilirannya tidak
mendapat akses terhadap pasokan yang paling kompetitif," ungkap
Mahendra pada wartawan di kantornya, Kamis (16/6).
Pasar terbesar CPO Indonesia, menurut Mahendra, justru adalah India.
Perdagangan Indonesia dengan India sendiri tidak terganggu karena kedua
negara berada dalam zona perdagangan bebas yang diatur India ASEAN Free
Trade Agreement.
Mahendra menyesalkan tidak berhasilnya perundingan dengan Pakistan
tersebut. Namun, ia menyimpulkan bahwa perundingan memang tidak dapat
diteruskan dengan pihak Pakistan tidak memberi apa yang diminta
Indonesia.
"Pakistan yang tidak mau menyepakati apa yang kita minta yang
sebenarnya juga merupakan hal yang kita diskusikan dengan berbagai
pihak. Padahal sebenarnya ini negosiasi yang timbal balik," jelasnya.
PTA Indonesia-Pakistan dihentikan setelah kedua negara merundingkan
hal tersebut lebih dari lima tahun, dalam tujuh pertemuan. Penghentian
tersebut dilakukan setelah kesepakatan tidak diraih pada pertemuan
terakhir 10-11 Juni lalu di Pakistan.
Pemerintah kecewa terhadap sikap Pakistan yang dinilai kurang
fleksibel dalam mengakomodir kepentingan dua belah pihak. Indonesia baru
akan memulai pembicaraan, jika Pakistan menunjukkan itikad akan
menyetujui permintaan Indonesia.
"Kita tunggu, kita sudah kasih mereka semuanya," kata Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Gusmardi Bustami.
Menurut Gusmardi, Indonesia sudah banyak memberikan keringanan untuk
kepentingan negara pecahan India tersebut. Keringanan tersebut misalnya
dengan membebaskan bea masuk Jeruk Pakistan.
Indonesia meminta Pakistan membebaskan bea masuk CPO Indonesia
seperti produk CPO Malaysia. Kesepakatan juga tidak diraih dari sejumlah
pos tarif yang dibicarakan. Pakistan meminta keringanan bea masuk bagi
61 pos tarif, 37 di antaranya dikabulkan pihak Indonesia. Pakistan juga
meminta pemotongan yang lebih rendah untuk 43 mata tarif, 27 di
antaranya juga dikabulkan. Namun, permintaan penurunan 32 mata tarif
tambahan yang kemudian dikurangi menjadi 10 mata tarif belum dikabulkan.
Perdagangan Indonesia dan Pakistan sendiri pada 2010 berada pada
angka total US$787,42 juta. Total ekspor Indonesia ke Pakistan US$688,19
juta sementara total impor US$99,23 juta. Surplus perdagangan Indonesia
terhadap Pakistan US$588,88 juta.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, KAMIS, 16 JUNI 2011