Halim : Sawit, Masa Depan Perekonomian Masyarakat Kutim
05 Maret 2012
Admin Website
Artikel
4972
SANGATTA.
Suara sumbang mengenai dampak negatif dari berkembangnya perkebunan kelapa
sawit terhadap lingkungan, bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan. Sekarang,
Indonesia menduduki urutan pertama sebagai produsen minyak kelapa sawit dunia.
Kenyataan itu mengancam eksistensi negara - negara maju yang selama ini menjadi
pesaing penyediaan minyak nabati untuk kebutuhan dunia.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Abdul Halim Johar menyebutkan, posisi negara - negara Eropa maupun Amerika sebagai penghasil minyak zaitun mapun minyak jagung akhirnya goyang, lalu mereka ini mengembuskan isu-isu negatif mengenai dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit ke negara - negara dunia ketiga seperti Indonesia.
"Amerika dan Eropa memang sering menyerang sawit, karena sawit memang sudah mengancam keberlangsungan produk minyak nabati mereka. Selama ini AS lebih banyak menggunakan kedelai dan jagung untuk bahan biofuel, adapun Eropa menggunakan bunga matahari. Kehadiran sawit dinilai sebagai ancaman, karena harganya lebih murah yaitu antara US 200 - 300 per ton dibanding harga jagung dan kedelai. Terlebih dari hasil riset peneliti Indonesia dan Uni Eropa, sawit sebagai bahan biofuel mampu mengurangi emisi gas buang 37 hingga 49 persen. Seharusnya minyak nabati memenuhi standar penggunaan emisi minimal 35 persen yang ditetapkan Uni Eropa dan 20 persen yang ditetapkan oleh Amerika Serikat," jelasnya.
Padahal dampak terhadap masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat setempat maupun warga transmigran. Yang tentu diiringi kesempatan berusaha masyarakat, mulai dari membuka kios makanan dan minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga serta jasa perbankan.
"Munculnya pasar - pasar tradisional di daerah pemukiman dan pedesaan. Dengan demikian pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Dari sisi lain menyebabkan pola konsumsi dan pendidikan masyarakat akan meningkat pula, terutama untuk kabupaten berkembang seperti Kutai Timur maupun daerah - daerah lainnya di Kalimantan Timur," jelasnya.
Sedangkan Bupati Isran Noor dalam paparan refleksi pembangunan Kabupaten Kutai Timur 2011, menyebutkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Pada tahun 2000 saja luas areal perkebunan mencapai 1.235 hektar dimana meningkat menjadi 239.922,86 hektar pada tahun 2010 dengan produksi kelapa sawit mencapai 1.103.881,17 ton. Untuk semester I tahun 2011 lalu, produksi sawit bahkan mencapai 527.666,85 ton.
Hingga sekarang, jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kutim mencapai 13 pabrik dari total 28 pabrik di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Dalam beberapa tahun terakhir pengembangan luasan wilayah perkebunan kelapa sawit di Kutim mencapai belasan ribu hektare. Sehingga ketika melihat potensi pertumbuhan tanaman kelapa sawit ini sangat menjanjikan, maka perlu dibangun PKS demi efisiensi dalam memaksimalkan bisnis hasil perkebunan kelapa sawit.
Mantan Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur, yang akrab disapa dengan sebutan Pak Dudung ini, menjelaskan bahwa perkembangan PKS di Kutim sudah melampaui separuh jumlah pabrik yang ada di Kaltim. Sehingga hal ini menimbulkan muiltiplayer effect bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah pedalaman, dengan dilakukannya rekrutmen tenaga kerja juga bakal lebih banyak lagi untuk menjalankan perusahaan - perusahaan perkebunan.
Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas keseluruhan rata - rata sekitar 710 ton per jam, tentu membutuhkan pasokan yang besar. Apalagi dalam hitungan matematis dari setiap 3.000 hektar kebun kelapa sawit diperlukan 1 buah PKS untuk melakukan penggilingan. Lebih dari jumlah itu atau kurang dari jumlah tersebut, maka akan ditemukan hitungan non-ekonomis.
"Untuk itu, dengan berstandar pada hitungan tersebut, maka dipastikan pertumbuhan kelapa sawit di Kutim akan benar - benar luar biasa menguntungkan semua pihak," tambah Abdul Halim Johar.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 5 MARET 2012
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Abdul Halim Johar menyebutkan, posisi negara - negara Eropa maupun Amerika sebagai penghasil minyak zaitun mapun minyak jagung akhirnya goyang, lalu mereka ini mengembuskan isu-isu negatif mengenai dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit ke negara - negara dunia ketiga seperti Indonesia.
"Amerika dan Eropa memang sering menyerang sawit, karena sawit memang sudah mengancam keberlangsungan produk minyak nabati mereka. Selama ini AS lebih banyak menggunakan kedelai dan jagung untuk bahan biofuel, adapun Eropa menggunakan bunga matahari. Kehadiran sawit dinilai sebagai ancaman, karena harganya lebih murah yaitu antara US 200 - 300 per ton dibanding harga jagung dan kedelai. Terlebih dari hasil riset peneliti Indonesia dan Uni Eropa, sawit sebagai bahan biofuel mampu mengurangi emisi gas buang 37 hingga 49 persen. Seharusnya minyak nabati memenuhi standar penggunaan emisi minimal 35 persen yang ditetapkan Uni Eropa dan 20 persen yang ditetapkan oleh Amerika Serikat," jelasnya.
Padahal dampak terhadap masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat setempat maupun warga transmigran. Yang tentu diiringi kesempatan berusaha masyarakat, mulai dari membuka kios makanan dan minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga serta jasa perbankan.
"Munculnya pasar - pasar tradisional di daerah pemukiman dan pedesaan. Dengan demikian pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Dari sisi lain menyebabkan pola konsumsi dan pendidikan masyarakat akan meningkat pula, terutama untuk kabupaten berkembang seperti Kutai Timur maupun daerah - daerah lainnya di Kalimantan Timur," jelasnya.
Sedangkan Bupati Isran Noor dalam paparan refleksi pembangunan Kabupaten Kutai Timur 2011, menyebutkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Pada tahun 2000 saja luas areal perkebunan mencapai 1.235 hektar dimana meningkat menjadi 239.922,86 hektar pada tahun 2010 dengan produksi kelapa sawit mencapai 1.103.881,17 ton. Untuk semester I tahun 2011 lalu, produksi sawit bahkan mencapai 527.666,85 ton.
Hingga sekarang, jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kutim mencapai 13 pabrik dari total 28 pabrik di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Dalam beberapa tahun terakhir pengembangan luasan wilayah perkebunan kelapa sawit di Kutim mencapai belasan ribu hektare. Sehingga ketika melihat potensi pertumbuhan tanaman kelapa sawit ini sangat menjanjikan, maka perlu dibangun PKS demi efisiensi dalam memaksimalkan bisnis hasil perkebunan kelapa sawit.
Mantan Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur, yang akrab disapa dengan sebutan Pak Dudung ini, menjelaskan bahwa perkembangan PKS di Kutim sudah melampaui separuh jumlah pabrik yang ada di Kaltim. Sehingga hal ini menimbulkan muiltiplayer effect bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah pedalaman, dengan dilakukannya rekrutmen tenaga kerja juga bakal lebih banyak lagi untuk menjalankan perusahaan - perusahaan perkebunan.
Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas keseluruhan rata - rata sekitar 710 ton per jam, tentu membutuhkan pasokan yang besar. Apalagi dalam hitungan matematis dari setiap 3.000 hektar kebun kelapa sawit diperlukan 1 buah PKS untuk melakukan penggilingan. Lebih dari jumlah itu atau kurang dari jumlah tersebut, maka akan ditemukan hitungan non-ekonomis.
"Untuk itu, dengan berstandar pada hitungan tersebut, maka dipastikan pertumbuhan kelapa sawit di Kutim akan benar - benar luar biasa menguntungkan semua pihak," tambah Abdul Halim Johar.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 5 MARET 2012