Ekspor CPO Difokuskan ke Eropa Timur
22 Maret 2011
Admin Website
Artikel
5836
JAKARTA--MICOM: Ekspor kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia akan
diarahkan ke pasar Eropa Timur. Hal ini terkait sulitnya menembus pasar
Eropa Barat yang menerapkan batasan tarif dan persyaratan yang
menyulitkan eksportir Indonesia.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi menyatakan saat ini Serbia-Montenegro, salah satu negara Eropa Timur, sudah menyatakan minatnya terhadap produk perkebunan Indonesia, terutama CPO.
Untuk jangka panjang, Serebia-Montenegro bahkan sudah menyatakan kesanggupannya untuk menjadi jembatan produk-produk ekspor perkebunan Indonesia ke negara-negara Eropa Timur.
"Pemerintah Serbia-Montenegro menyatakan permintaannya kepada Kementerian Pertanian agar ekspor komoditas perkebunan bisa dikirim ke negara tersebut. Mereka juga siap menjadi <>hub<> baru bagi pengiriman ekspor komoditas Indonesia ke kawasan Eropa Timur," kata Bayu di Jakarta, Senin (21/3).
Pasar Eropa Timur, sambung Bayu, juga sangat prospektif sebagai tujuan pasar ekspor karena populasi penduduk 300-400 juta orang. Selain CPO, berdasarkan keadaan geografisnya, Eropa Timur dihitung juga membutuhkan pasokan komoditas perkebunan seperti karet, kopi, dan kakao dalam jumlah tinggi.
Pasar baru ekspor CPO ini memberi prospek cerah bagi para eksportir yang terbentur ketatnya persyaratan ekspor ke Eropa Barat. Eropa Timur memiliki aturan perdagangan internasional yang tidak seselektif pasar Eropa Barat. Pengiriman ekspor komoditas ke Eropa Barat melalui pelabuhan Rotterdam Belanda dan Hamburg Jerman juga sudah kurang ekonomis mengingat aturan perdagangan yang makin selektif dan jarak tempuh yang jauh.
"Karena itu, kenapa negara seperti Serbia-Montenegro misalnya tidak kita jadikan hub perdagangan saja. Kita melihat ini sangat prospektif," imbuh Bayu.
Wakil Ketua I Dewan Minyak Sawit Nasional Derombangun menyambut baik arahan pemerintah ini. Menurutnya, industri siap melirik pasar negara-negara Eropa Timur sehubungan dengan perlambatan ekonomi AS dan negara-negara Eropa Barat, kawasan ini menjadi pasar tujuan ekspor komoditas CPO yang cukup prospektif di masa mendatang.
"Mungkin di awal penerapannya, volume ekspor yang bisa dikirim baru puluhan atau ratusan ribu ton saja, tapi dengan regulasi yang tidak berbelit-belit prospek ekspor CPO ke Eropa Timur saya rasa cerah," kata Derombangun.
Derombangun mengakui saat ini memang pasar Eropa Timur belum banyak dilirik eksportir CPO. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) per Januari 2011, pasar tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar masih didominasi India 24,49% atau 368,9 ribu ton, kemudian disusul China, AS, Eropa Barat, dan Pakistan.
"Sebetulnya sudah ada CPO kita yang diekspor ke Eropa Timur dalam volume puluhan ribu ton seperti Ukraina, tapi biasanya berasal dari pihak ketiga seperti Pakistan," imbuhnya.
Di sisi lain, target ekspor ini akan mendapat tantangan dari segi produksi. Peningkatan produksi CPO dalam negeri yang sebelumnya diperkirakan bisa mencapai 25,4 juta ton di 2011 sulit terealisasi akibat iklim ekstrem dan banyaknya tanaman sawit yang sudah melewati umur produktif.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono menyatakan memperkirakan produksi CPO Indonesia sepanjang 2011 diperkirakan hanya naik 1-1 hingga 5 juta ton dari produksi 2010 sebesar 21 juta ton.
"Kita dihadapkan pada perubahan yang tidak menentu. Setiap tiga bulan sekali terjadi perubahan iklim. Ini membuat kita sulit memastikan adanya peningkatan produksi," tandas Joko.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi menyatakan saat ini Serbia-Montenegro, salah satu negara Eropa Timur, sudah menyatakan minatnya terhadap produk perkebunan Indonesia, terutama CPO.
Untuk jangka panjang, Serebia-Montenegro bahkan sudah menyatakan kesanggupannya untuk menjadi jembatan produk-produk ekspor perkebunan Indonesia ke negara-negara Eropa Timur.
"Pemerintah Serbia-Montenegro menyatakan permintaannya kepada Kementerian Pertanian agar ekspor komoditas perkebunan bisa dikirim ke negara tersebut. Mereka juga siap menjadi <>hub<> baru bagi pengiriman ekspor komoditas Indonesia ke kawasan Eropa Timur," kata Bayu di Jakarta, Senin (21/3).
Pasar Eropa Timur, sambung Bayu, juga sangat prospektif sebagai tujuan pasar ekspor karena populasi penduduk 300-400 juta orang. Selain CPO, berdasarkan keadaan geografisnya, Eropa Timur dihitung juga membutuhkan pasokan komoditas perkebunan seperti karet, kopi, dan kakao dalam jumlah tinggi.
Pasar baru ekspor CPO ini memberi prospek cerah bagi para eksportir yang terbentur ketatnya persyaratan ekspor ke Eropa Barat. Eropa Timur memiliki aturan perdagangan internasional yang tidak seselektif pasar Eropa Barat. Pengiriman ekspor komoditas ke Eropa Barat melalui pelabuhan Rotterdam Belanda dan Hamburg Jerman juga sudah kurang ekonomis mengingat aturan perdagangan yang makin selektif dan jarak tempuh yang jauh.
"Karena itu, kenapa negara seperti Serbia-Montenegro misalnya tidak kita jadikan hub perdagangan saja. Kita melihat ini sangat prospektif," imbuh Bayu.
Wakil Ketua I Dewan Minyak Sawit Nasional Derombangun menyambut baik arahan pemerintah ini. Menurutnya, industri siap melirik pasar negara-negara Eropa Timur sehubungan dengan perlambatan ekonomi AS dan negara-negara Eropa Barat, kawasan ini menjadi pasar tujuan ekspor komoditas CPO yang cukup prospektif di masa mendatang.
"Mungkin di awal penerapannya, volume ekspor yang bisa dikirim baru puluhan atau ratusan ribu ton saja, tapi dengan regulasi yang tidak berbelit-belit prospek ekspor CPO ke Eropa Timur saya rasa cerah," kata Derombangun.
Derombangun mengakui saat ini memang pasar Eropa Timur belum banyak dilirik eksportir CPO. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) per Januari 2011, pasar tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar masih didominasi India 24,49% atau 368,9 ribu ton, kemudian disusul China, AS, Eropa Barat, dan Pakistan.
"Sebetulnya sudah ada CPO kita yang diekspor ke Eropa Timur dalam volume puluhan ribu ton seperti Ukraina, tapi biasanya berasal dari pihak ketiga seperti Pakistan," imbuhnya.
Di sisi lain, target ekspor ini akan mendapat tantangan dari segi produksi. Peningkatan produksi CPO dalam negeri yang sebelumnya diperkirakan bisa mencapai 25,4 juta ton di 2011 sulit terealisasi akibat iklim ekstrem dan banyaknya tanaman sawit yang sudah melewati umur produktif.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono menyatakan memperkirakan produksi CPO Indonesia sepanjang 2011 diperkirakan hanya naik 1-1 hingga 5 juta ton dari produksi 2010 sebesar 21 juta ton.
"Kita dihadapkan pada perubahan yang tidak menentu. Setiap tiga bulan sekali terjadi perubahan iklim. Ini membuat kita sulit memastikan adanya peningkatan produksi," tandas Joko.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SENIN, 21 MARET 2011