Dukung Kaltim Hijau, Perda Perkebunan Berkelanjutan Disahkan
SAMARINDA. Tranformasi ekonomi
yang digulirkan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Kaltim Hijau, kini
mendapatkan dukungan baru yaitu Peraturan Daerah Perkebunan Berkelanjutan.
"Peraturan ini akan menjadi
kerangka kebijakan perkebunan berkelanjutan di Kalimantan Timur, sehingga
memudahkan penerapannya di tingkat tapak," ujar Kepala Dinas Perkebunan
Provinsi Kaltim, Ujang Rachmad, ketika menerima salinan resmi Peraturan Daerah
Perkebunan Berkelanjutan di Samarinda.
Peraturan yang kini menjadi Perda
Nomor 7 tahun 2018, baru rampung ditandatangani Gubernur Kalimantan Timur Awang
Faroek pada 29 Agustus lalu.
Salah satu strategi transformasi
ekonomi Kaltim adalah mengubah arah industri dari ekstraksi sumber daya alam
(batu bara, minyak dan gas) menjadi industri yang berkelanjutan (renewable),
termasuk di dalamnya yakni perkebunan.
Berdasarkan data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2016, sub-sektor
perkebunan mendominasi sektor pertanian dalam arti luas sebesar 52,89% atau
menyumbang 4,4% dari total PDRB Kaltim. Angka tersebut meningkat dibandingkan
dengan tahun 2010 yang hanya menyumbang separuhnya atau 2,24%.
Ujang menjelaskan, Kaltim
memiliki lima
komoditas unggulan perkebunan yaitu: kakao, lada, karet, sawit dan kelapa.
Komoditas-komoditas tersebut berpotensi menjadi industri unggulan penyumbang
ekonomi di Kaltim.
Menurut Ujang, hingga Januari
2017, Kaltim memiliki 1,3 juta lahan perkebunan dengan dominasi 88 persen
adalah kelapa sawit. Namun, industri kelapa sawit di provinsi ini kerap
berbenturan dengan isu-isu lingkungan sehingga menganggu iklim investasi.
Keberadaan peraturan ini, menurut
Ujang, akan menjadi dorongan iklim investasi yang bagus untuk nama baik
perkebunan di Kalimantan Timur. Ujang menjelaskan beberapa poin yang
menguntungkan bagi perusahaan adalah payung hukum berbisnis yang jelas.
Kepastian hukum adalah salah satu
penarik investasi bagi pengusaha. Peraturan ini juga memudahkan pemerintah
dalam memonitor dan mengevaluasi kebijakan perkebunan yang berkelanjutan, baik
di tingkat perusahaan maupun pekebun skala kecil.
Kepala Bidang Perkebunan
Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Henny Herdiyanto mengatakan
bahwa masyarakat juga diperhatikan hak-haknya dalam peraturan ini. Beleid ini
mengutamakan prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent).
Prinsip ini, kata Henny,
menyediakan ruang bagi masyarakat untuk berkomunikasi dengan pengusaha
perkebunan dan memberikan persetujuan sebelum perusahaan berinvestasi di
wilayah masyarakat.
"Peraturan ini juga mengakomodir
keberadaan masyarakat hukum Adat," ujarnya.
Keberadaan mereka diakui termasuk
wilayah adatnya. Dari sisi pekebun skala kecil, Dinas Perkebunan nantinya
berkewajiban memiliki basis data yang baik. Sehingga, Henny melanjutkan,
akurasi sasaran program-program pemerintah lebih tepat, seperti distribusi
benih atau pupuk.
Manajer Senior Program Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan The Nature Conservancy (TNC) M. Windrawan Inantha
menyampaikan selamat dan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,
dalam hal ini Dinas Perkebunan atas pengesahaan peraturan daerah ini. Windrawan
mengatakan bahwa Peraturan Daerah ini mendukung upaya Kaltim dalam skema
pendanaan karbon rendah emisi (The Forest Carbon Partnership Facility-FCPF)
dari Bank Dunia.
Ia menjelaskan dalam klausul
peraturan, perusahaan perkebunan nantinya dapat berpartisipasi aktif dalam
menurunkan gas rumah kaca dan memanfaatkan limbah pabrik minyak sawit (POME)
untuk sumber energi terbarukan.
"Poin-poin tersebut, masuk dalam
dokumen pengurangan emisi (ERPD) Kaltim," kata Windrawan. Peraturan ini juga
menjamin keberadaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) dalam wilayah
perkebunan tetap terjaga.
Dengan segala kelengkapan tersebut,
Windrawan mengatakan, Kaltim sudah selangkah lebih maju daripada provinsi
lainnya dalam mendukung perkebunan berkelanjutan. TNC berharap agar peraturan
ini segera bisa disosialisasikan hingga ke kampung-kampung.
"Selain itu, Perda ini perlu
segera membuat peraturan-peraturan yang lebih teknis, seperti Pergub-Pergub,
agar implementasinya dapat lebih optimal," kata Spesialis Pengembangan
Kelembagaan TNC, Jevelina Punuh. (*)
SUMBER : SEKRETARIAT