Dilarang Buka Kebun Sawit Hingga 2 Tahun ke Depan
23 Mei 2011
Admin Website
Artikel
4606
Jakarta -
Instruksi Presiden (Inpres) Inpres No 10 Tahun 2011 terkait moratorium
(penundaan) izin kawasan hutan alam dan gambut mengecualikan 4 hal. Dari
pengecualian tersebut, sektor perkebunan kelapa sawit tak masuk,
sehingga pembukaan lahan barunya tetap dilarang.
Berdasarkan Inpres itu, moratorium izin penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut tak berlaku atau dikecualikan kepada empat hal yaitu:
* Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan.
* Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital yaitu geothermal minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu.
* Perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku.
* Restorasi ekosistem.
Dalam Inpres itu diatur juga soal penundaan pemberian izin baru berlaku untuk hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area penggunaan lain.
Tidak dimasukkannya perkebungan kelapa sawit dalam pengecualian moratorium tersebut langsung dikecam kalangan pengusaha kelapa sawit. Ketentuan tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap industri kelapa sawit.
"Apakah ini diskriminasi kesannya sawit dianggap pejahat. Berarti dengan kata lain sawit tidak diangap vital oleh pemerintah, padahal ini sama-sama komoditi," kata Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono kepada detikFinance, Jumat (20/5/2011).
Joko menambahkan selama ini sektor sawit memberikan imbas yang sangat positif terhadap pengurangan kemiskinan, penciptaan tenaga kerja, penerimaan negara dari sisi devisa dan pajak dan pembangua wilayah
"Kalau fungsi itu tidak dianggap vital saya nggak tahu berarti vital itu apa," katanya.
Joko menegaskan pihaknya merasa kecewa dengan keputusan pemerintah melalui Inpres tersebut. Padahal kata dia, pelaku sawit tak meminta macam-macam yaitu hanya meminta tidak dimasukannya area penggunaan lain (APL) dalam moratorium.
"Area penggunaa lain itu harusnya haknya industri, itu halal untuk industri agar bisa tetap berkembang. Area penggunaan lain bukan kawasan hutan itu halal karena untuk pengembangan ekonomi, kalau sekarang ini dimoratorium," katanya.
Meskipun Joko mengakui dalam Inpres tersebut ada pengecualian terkait izin prinsip yang sudah diberikan. Didalamnya ada kemungkinan izin yang sudah diberikan kepada sektor sawit meski ia belum puas.
"Pasti iya (izin prinsip itu ada untuk sawit), tapi yang kita konsen adalah izin baru, kalau izin prinsip itu untuk pengembangan semua. Harusnya sawit difasilitasi untuk berkembang," katanya.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 20 MEI 2011
Berdasarkan Inpres itu, moratorium izin penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut tak berlaku atau dikecualikan kepada empat hal yaitu:
* Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan.
* Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital yaitu geothermal minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu.
* Perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku.
* Restorasi ekosistem.
Dalam Inpres itu diatur juga soal penundaan pemberian izin baru berlaku untuk hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area penggunaan lain.
Tidak dimasukkannya perkebungan kelapa sawit dalam pengecualian moratorium tersebut langsung dikecam kalangan pengusaha kelapa sawit. Ketentuan tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap industri kelapa sawit.
"Apakah ini diskriminasi kesannya sawit dianggap pejahat. Berarti dengan kata lain sawit tidak diangap vital oleh pemerintah, padahal ini sama-sama komoditi," kata Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono kepada detikFinance, Jumat (20/5/2011).
Joko menambahkan selama ini sektor sawit memberikan imbas yang sangat positif terhadap pengurangan kemiskinan, penciptaan tenaga kerja, penerimaan negara dari sisi devisa dan pajak dan pembangua wilayah
"Kalau fungsi itu tidak dianggap vital saya nggak tahu berarti vital itu apa," katanya.
Joko menegaskan pihaknya merasa kecewa dengan keputusan pemerintah melalui Inpres tersebut. Padahal kata dia, pelaku sawit tak meminta macam-macam yaitu hanya meminta tidak dimasukannya area penggunaan lain (APL) dalam moratorium.
"Area penggunaa lain itu harusnya haknya industri, itu halal untuk industri agar bisa tetap berkembang. Area penggunaan lain bukan kawasan hutan itu halal karena untuk pengembangan ekonomi, kalau sekarang ini dimoratorium," katanya.
Meskipun Joko mengakui dalam Inpres tersebut ada pengecualian terkait izin prinsip yang sudah diberikan. Didalamnya ada kemungkinan izin yang sudah diberikan kepada sektor sawit meski ia belum puas.
"Pasti iya (izin prinsip itu ada untuk sawit), tapi yang kita konsen adalah izin baru, kalau izin prinsip itu untuk pengembangan semua. Harusnya sawit difasilitasi untuk berkembang," katanya.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 20 MEI 2011