Biaya Kebun Kelapa Sawit Rp 25 Juta per Hektare
25 Agustus 2008
Admin Website
Artikel
60681
PENTINGNYA sosialisasi mengenai pola kemitraan usaha perkebunan mengingat luasan lahan potensial di Kutim masih cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sasarannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui Gerakan Daerah Pengembangan Agribisinis (Gerdabangagri) sekaligus membuka lapangan kerja baru.
#img1# Berikut membangun usaha perkebunan diperlukan dana yang tdak sedikit untuk membangun kebun sawit, yakni tidak kurang dari Rp 25 juta per hektare. Berikut untuk mendukung pemerintah provinsi dalam program pengembangan kelapa sawit sejuta hektare. Oleh karena itu, sangat pengembangan kemitraan usaha perkebunan yang sedang digalakkan Pemkab Kutim saat ini dinilai tepat.
Menurut Kasubdin Usaha Tani Dinas Perkebunan Kutim, Zulkifli Hasibuan, kemitraan usaha perkebunan diatur melalui undang-undang nomor 18/2004 pasal 22 tentang perkebunan. Yaitu, perusahaan perkebunan melakukan kemitraan (plasma) yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan, serta masyarakat sekitar perkebunan.
"Kemitraan usaha perkebunan tersebut berupa kerja sama penyediaan sarana produksi seperti pengolahan dan pemasaran, produksi, transportasi, operasional kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya," katanya.
Syarat-syarat kerja sama kemitraan usaha perkebunan, pertama pihak terkait menandatangani naskah perjanjian kerja sama kemitraan yang telah disepakati, dan memahami betul tentang isi dan maksud naskah yang telah ditandtangani. Kedua, pekebun (petani) yang dimaksud adalah penduduk setempat, tergabung dalam wadah koperasi, memiliki lahan usaha sehamparan dengan anggota lainnya untuk dimitrakan. Ketiga, perkebunan besar swasta (PBS) harus memiliki izin usaha perkebunan, memiliki izin lokasi, dan bersedia melakukan kerja sama kemitraan dengan pekebun, serta juga PBS harus mematuhi peraturan lainnya yang berlaku di Kutim.
Untuk mendukung undang-undang nomor 18/2004, maka menteri pertanian telah mengeluarkan surat nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang pengembangan perkebunan melalui program revitalisasi perkebunan. Dengan ketentuan, pertama,bahwa program revitalisasi perkebunan adalah upaya percepatan pembangunan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perkebunan, dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra dalam pengembangan perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil.
Kedua, tanaman perkebunan adalah tanaman yang menjadi binaan direktorat jenderal perkebunan yang dalam program revitalisasi ini pada tahap awal terbatas pada komoditi kelapa sawit, karet dan kakao. Ketiga, perluasan adalah uapaya pengembangan areal tanaman perkebunan pada wilayah bukaan baru atau pengutuhan areal sekitar perkebunan yang sudah ada dengan menggunakan teknologi.
Sedangkan undang-undang nomor 18/2004 tentang kemitraan pasal 10, yakni mitra usaha berkewajiban memiliki perkebunan dan atau fasilitas pengolahan yang dapat menampung hasil perkebunan. Mitra usaha juga wajib melaksanakan pengembangan perkebunan petani peserta sesuai dengan petunjuk operasional dan standar teknis yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian cq. Direktur Jenderal Perkebunan.
"Mitra usaha bertindak sebagai avalis untuk pembiayaan pengembangan perkebunan. Mitra usaha harus mengikutsertakan pekebun secara aktif dalam proses pengembangan perkebunan.
Mitra usaha juga wajib melakukan pembinaan teknis dan manajemen terhadap pekebun agar mampu mengusahakan kebunnya, baik masa pengembangan maupun selama tanaman menghasilkan serta memfasilitasi peremajaan tanaman.," papar Zulkifli.
Mitra usaha juga wajib membeli hasil kebun dengan harga sesuai ketentuan yang berlaku, dan atau kesepakatan bersama antara mitra usaha dengan pekebun. Wajib juga menyelenggarakan proses pelaksanaan dan pengembangan kredit pekebunan.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SABTU, 23 AGUSTUS 2008