JAKARTA--MICOM: Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor
Hermanto Siregar mengatakan penetapan barang ekspor yang dikenakan Bea
Keluar (BK) dan tarif BK tidak akan mampu mendorong pengembangan
industri hilir kelapa sawit.
Pelaku industri tidak akan langsung mengembangkan produk-produk turunan Crude Palm Oil (CPO) karena buruknya infrastruktur di Indonesia.
Pelaku usaha masih menggunakan truk-truk besar untuk mengangkut
hasil sawit dari sejumlah perkebunan. Sementara, proses angkut itu
terkendala oleh rusaknya kondisi jalan di sejumlah daerah perkebunan.
Ini akan menjadi beban bagi industri.
"Pemerintah seharusnya memperbaiki infrastruktur jalan, kemudian
beri insentif produk hilir, dan keringanan lainnya seperti keringanan
pajak, bukan dengan merevisi kebijakan BK ini," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (7/9).
Apalagi, kata Hermanto, BK dilaksanakan di tengah ketiadaan strategi dan roadmap pengembangan industri CPO dan turunannya.
"Jika tidak jelas industri roadmap-nya, industri mana yang
mau dikembangkan dari 100 jenis produk hilir. Pemerintah akan membuang
produksi CPO dan pangsa pasar kita akan diisi oleh negara lain,"
klaimnya.
Saat ini, Indonesia menghasilkan sekitar 23 juta ton CPO dengan total kebutuhan dalam negeri hanya sekitar 6 juta ton.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA,RABU, 7 SEPTEMBER 2011