10 Desa di Mentarang Dijadikan Pusat Kakao
27 Mei 2008
Admin Website
Artikel
1961
Minggu (25/5), Camat Mentarang Marson Langub SH menyerahkan 150 ribu bibit kakau kepada 10 kepala desa secara simbolis di pusat pembibitan Gerbang Dema Kecamatan dan Desa di Mentarang.
#img1# Biji kakao tesebut didatangkan dari pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) Kabupaten Jember, Jawa Timur, dengan dana dari program Gerbang Dema desa dan kecamatan tahun 2008.
"Yang kita serahkan kepada kelompok tani ini baru sebagian saja, karena sebagian bibit belum datang," sebut Marson Langub kepada media ini, kemarin.
Hal itu karena Puslitbang sendiri kewalahan menyediakan jenis bibit unggul hibrida, dengan perhitungan masa panen pertama setelah tiga tahun penanaman.
Karena Puslitbang juga menunggu hasil panen masyarakat yang kemudian diteliti untuk dijadikan sebagai bibit unggul. "Kemungkinan pada Juli atau Agustus mendatang, bibit ini akan datang lagi dan akan diserahkan kepada kelompok kerja di setiap desa yang dikoordinasi langsung kecamatan dan kepada desa," terangnya lagi.
Mengenai luasan, lanjut Marson, dari 10 desa yang dijadikan sebagai pusat perkebunan kakao tahun ini diperkirakan luasnya mencapai 160 hektare.
Sedangkan pengembangkan kakao yang didanai dana Gerbang Dema Kecamatan hanya 105 hektare yang juga dipusatkan di 10 desa tersebut dengan rincian Desa Pulau Sapi 31 hektare, Menterang Baru16 hektare, Lidung Kemenci 13 hektare, dan Long Gafid 10 hektare.
Kemudian Desa Harapan Maju dan Long Bisai masing-masing 8 hektare, Long Simau dan Paking masing-masing 6 hektare, Temalang 4 hektare dan Long Liku 3 hektare. Sedangkan desa lainnya yang tidak mendapat atau mengambil bibit kakao akan ada pengembangan produk unggulan lain sesuai potensi desanya.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, untuk pembersihan (penebasan) lahan, penanaman dan perawatan akan dibiayai melalui alokasi dana Gerbang Dema.
Setiap satu hektare digarap 4 orang yang masing-masing mendapat jatah seperempat hektare dengan 275 bibit.
Dalam luasan satu hektare tersebut diperkirakan membutuhkan sedikitnya 1.100 pohon kakao.
Dalam pengerjaannya dilakukan secara gotong-royong sehingga tidak terlalu rumit dalam melakukan perawatan. Program ini akan terus berlanjut sampai tahun 2011 sehingga diharapkan setiap kepala keluarga nanti memiliki satu hektare lahan kakao.
"Program pengembangan kakao ini tidak hanya diberlakukan kepada masyarakat, pegawai yang memiliki lahan juga wajib mengembangkannya. Hanya saja, porsinya tidak seluas yang diharapkan seperti pada kelompok tani. Paling tidak, untuk setiap pegawai bisa mengembangkan seperempat hektare," ujarnya.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 26 MEI 2008