
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang memiliki prospek yang cerah karena memiliki nilai
ekonomi yang penting sebagai sumber devisa negara non migas. Ekspor
karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada
tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari
komoditi ini pada tahun 2012 mencapai US$ 10,9 milyar, yang merupakan 5%
dari pendapatan devisa non-migas.
Produktivitas tanaman karet Indonesia masih rendah salah satunya
disebabkan oleh adanya serangan penyakit jamur akar putih (JAP) yang
disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus. Penyakit JAP merupakan
penyakit yang sangat penting pada tanaman karet, karena penyakit ini
dapat mengakibatkan kematian tanaman dalam intensitas yang tinggi
terutama pada tanaman yang berumur 2 sampai 6 tahun.
Kehilangan hasil akibat JAP mencapai 3-5% pada perkebunan besar dan
5-15% pada perkebunan rakyat. Selain mengakibatkan kehilangan produksi
karena kerusakan tanaman, akibat lain dari infeksi patogen ini adalah
secara ekonomis, yaitu memerlukan biaya yang tinggi dalam
pengendaliannya.
Gejala serangan JAP yaitu tajuk daun berwarna pucat, kuning dan kusam,
akhirnya kering dan gugur, sehingga terlihat tajuk tanaman hanya tinggal
rantingnya saja. Adakalanya tanaman sakit membentuk daun-daun muda
atau bunga dan buah pada waktu yang lebih awal. Bila perakaran dibuka,
terlihat permukaan akar ditumbuhi miselium jamur atau rhizomorf berwarna
putih yang menempel kuat pada akar sehingga sulit dilepas. Akar yang
terinfeksi akhirnya membusuk dan berwarna coklat.
Jamur ini menyerang tanaman karet pada segala stadium pertumbuhan, baik
pembibitan sampai tanaman yang sudah menghasilkan. Bagian yang diserang
adalah bagian tanaman yang berada dibawah permukaan tanah, baik akar
tunggal, akar cabang, akar rambut ataupun leher akar, akibatnya pohon
mudah tumbang. Kerusakan berat oleh penyakit ini sering dijumpai pada
areal bertunggul bekas karet dan hutan primer, pada tanah berpasir dan
gembur.
Penyakit JAP disebabkan oleh Rigidoporus microporus, jamur ini membentuk
tubuh buah yang mirip topi pada akar, pangkal batang atau
tunggul-tunggul tanaman. Tubuh buah buah berwarna jingga
kekuning-kuningan dan pada permukaan bawahnya terdapat lubang-lubang
kecil tempat spora. Badan buah yang sudah tua akan mengering dan
berwarna coklat. Penularan penyakit melalui kontak langsung antara akar
atau tunggul yang sakit dengan akar tanaman sehat.
Tingginya kejadian penyakit JAP pada perkebunan karet sangat dipengaruhi
oleh kondisi agroekosistem seperti asal lahan, tekstur dan struktur
tanah, pH tanah, kejenuhan air tanah, curah hujan dan topografi.
Asal lahan yang paling rawan untuk terjadinya infeksi JAP adalah lahan
yang berasal dari kebun karet atau hutan primer, sedangkan lahan semak
alang-alang merupakan lahan yang paling aman terhadap JAP. Untuk tanah,
yang paling beresiko untuk perkembangan penyakit JAP adalah tanah
berpasir dan gembur dengan pH 5-7, kejenuhan air 80-90%, curah hujan
> 4000 mm/th dengan topografi datar/landai.
SUMBER : UPTD PENGEMBANGAN PERLINDUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN