Ekspor Kelapa Kena Pajak Progresif
25 Juni 2011
Admin Website
Artikel
4786
Jakarta.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mengkaji rencana pengenaan
pajak ekspor atau bea keluar (BK) terhadap komoditi kelapa dan
turunannya. Selama ini BK sudah diberlakukan pada komoditi sawit, kakao
dan komoditi kayu,rotan dan kulit.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian namun belum selesai. Pemerintah masih melakukan komunikasi dengan asosiasi sektor perkelapaan mengenai data-data soal kebutuhan kelapa dalam negeri, produksi kelapa dan ekspor.
"Nah, sekarang ini, kita harapkan dari asosiasi memberikan data, tapi belum cukup. Jadi kita sedang mencoba lagi melihat seberapa jauh, jadi data konsumsinya. Kan konsumsinya itu dari kebutuhan industri. Nah, asosiasi ini kita minta memberikan datanya itu, masih belum," kata Deddy saat ditemui di kantornya, Jl Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (24/6/2011)
Deddy menambahkan rencananya pola pengenaan BK terhadap komoditi kelapa dan turunanya akan berlaku secara progresif. Ia memastikan jika kajian sudah selesai dan didukung oleh data-data yang cukup pemerintah akan menerapkan kebijakan tersebut.
"Kalau sudah lengkap datanya dan kajiannya kemungkinan kita tetapkan bea keluarnya. Formatnya seperti halnya yang sudah ditetapkan untuk kakao, ditetapkan untuk minyak sawit, formulanya seperti itulah, progresif juga," ungkapnya.
Deddy menjelaskan penetapan BK tersebut akan sangat tergantung dengan fluktuasi harga kelapa di tingkat global.
"Besarannya belum tentu sama, tapi polanya. Jadi semakin harga di luar negeri naik, harga bea keluarnya akan naik," katanya
Seperti diketahui kebijakan pengenaan pajak ekspor pada komoditi tertentu erat kaitannya untuk menjaga pasokan komoditi bersangkutan di dalam negeri agar tak semuanya diekspor. Kebijakan ini juga efektif bisa menambah pundi-pundi penerimaan negara.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 24 JUNI 2011
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian namun belum selesai. Pemerintah masih melakukan komunikasi dengan asosiasi sektor perkelapaan mengenai data-data soal kebutuhan kelapa dalam negeri, produksi kelapa dan ekspor.
"Nah, sekarang ini, kita harapkan dari asosiasi memberikan data, tapi belum cukup. Jadi kita sedang mencoba lagi melihat seberapa jauh, jadi data konsumsinya. Kan konsumsinya itu dari kebutuhan industri. Nah, asosiasi ini kita minta memberikan datanya itu, masih belum," kata Deddy saat ditemui di kantornya, Jl Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (24/6/2011)
Deddy menambahkan rencananya pola pengenaan BK terhadap komoditi kelapa dan turunanya akan berlaku secara progresif. Ia memastikan jika kajian sudah selesai dan didukung oleh data-data yang cukup pemerintah akan menerapkan kebijakan tersebut.
"Kalau sudah lengkap datanya dan kajiannya kemungkinan kita tetapkan bea keluarnya. Formatnya seperti halnya yang sudah ditetapkan untuk kakao, ditetapkan untuk minyak sawit, formulanya seperti itulah, progresif juga," ungkapnya.
Deddy menjelaskan penetapan BK tersebut akan sangat tergantung dengan fluktuasi harga kelapa di tingkat global.
"Besarannya belum tentu sama, tapi polanya. Jadi semakin harga di luar negeri naik, harga bea keluarnya akan naik," katanya
Seperti diketahui kebijakan pengenaan pajak ekspor pada komoditi tertentu erat kaitannya untuk menjaga pasokan komoditi bersangkutan di dalam negeri agar tak semuanya diekspor. Kebijakan ini juga efektif bisa menambah pundi-pundi penerimaan negara.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 24 JUNI 2011