
SAMARINDA. Pertumbuhan ekonomi Kaltim ke depan
sudah saatnya bergantung pada sumber daya yang dapat diperbaharui, yaitu
sektor pertanian dalam arti luas, contohnya perkebunan kelapa sawit.
Mengenai sektor perkebunan kelapa sawit ke depan pengembangannya
difokuskan pada industri hilirisasi. Di mana, pengembangan ini akan
difokuskan di kawasan ekonomi khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan
(MBTK), Kutai Timur. Karena itu, Pemprov Kaltim meminta, agar dari
pengembangan tersebut, pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak
mengekspor atau menjual hasil produksi ini, yaitu crude palm oil (CPO)
ke luar Kaltim. Tetapi, diolah terlebih dulu di daerah menjadi bahan
jadi. Sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi bagi perekonomian
daerah maupun masyarakat.
"Ke depan, kami minta hasil produksi
tersebut diolah di kawasan yang telah kita miliki. Karena itu,
perusahaan perkebunan ke depan wajib membangun industri di Kaltim,
terutama di KEK Maloy," kata Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak
menyikapi telah disetujui Perda tentang Pembangunan Perkebunan
Berkelanjutan, Jumat (29/12).
Awang berharap dengan adanya industri
kelapa sawit di Kaltim dan tidak dijualnya CPO ke luar akan menghasilkan
nilai tambah bagi perusahaan dan masyarakat. Artinya, tidak semata-mata
hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga dapat menguntungkan rakyat
Kaltim.
Awang menilai, perkebunan memiliki
perbedaan yang sangat besar dengan batu bara. Karena, batu bara maupun
migas tidak dapat diperbaharui. Bahkan, tidak bisa menyejahterakan
rakyat secara langsung. "Jika batu bara dan migas sangat diatur oleh
dana bagi hasil dan Undang-Undang yang mengatur pengelolaan SDA. Karena
itu, dengan adanya kekuatan hukum melalui Perda Pembangunan Perkebunan
Berkelanjutan, Pemprov segera menerbitkan Pergub agar seluruh perusahaan
kelapa sawit untuk membangun industri hilirisasi, khususnya di KEK
Maloy," tegas Awang. (jay/sul/ri/humasprov)
SUMBER : SEKRETARIAT