SAMARINDA. Strategi pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan Kaltim melalui pengembangan perkebunan kelapa sawit, dinilai
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Sekaligus
memberikan berbagai manfaat besar bagi pembangunan ekonomi nasional.
"Kebijakan pembangunan berkelanjutan di subsektor perkebunan, khususnya
kelapa sawit sangat strategis, terutama dalam pemecahan masalah
pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pembangunan daerah," kata
Kepala Bidang Perlindungan Dinas Perkebunan Kaltim, Bambang Fallah,
Senin (30/1).
Dengan demikian pengembangan kelapa sawit perlu terus dilakukan,
terutama pada daerah-daerah yang secara agro ekologis memang sesuai
untuk pengembangan dan perkebunan kelapa sawit.
Apalagi Kaltim memiliki sumber daya alam melimpah dan perlu didukung
sumber daya manusia serta teknologi memadai untuk mendukung pengembangan
usaha perkelapasawitan yang masih terbuka, guna kebutuhan dalam negeri
maupun ekspor.
"Walaupun prospek kelapa sawit sangat baik, namun kita dihadapkan pada
citra negatif kelapa sawit yang dianggap tidak mengikuti kaidah-kaidah
pelestarian lingkungan," ujarnya.
Karena itu, pemangku kepentingan (stakeholders) di subsektor kelapa
sawit menerapkan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil
(ISPO). Program ini merupakan sertifikasi yang akan diwajibkan bagi
seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan citra perkebunan kelapa sawit
di Indonesia karena selama ini sini sering dicecar Lembaga Swadaya
Masyarakat dari dalam dan luar negeri dengan alasan merusak lingkungan.
Ketentuan ISPO diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia. Tujuh prinsip ISPO yang harus dipenuhi pelaku
usaha pengembangan kelapa sawit.
Tujuh prinsif ISPO itu, yakni sistem perizinan dan manajemen perkebunan,
penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit serta
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
"ISPO segera diberlakukan dan saat ini sudah ada 15 auditor yang akan
mengaudit perusahaan terutama yang sudah mengantongi Roundtable of
Suntainable Palm Oil (RSPO). Sebagai bentuk pelaksanaan dari Permentan
Nomor 19 Tahun 2011 dan sudah ada tujuh prinsip ISPO," jelas Bambang
Fallah.
Prosedur yang yang dilakukan setiap perusahaan sawit adalah perusahaan
perkebunan mengajukan dokumen Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat
Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin Tetap Usaha Perkebunan (ITUP)
dan Hak Guna Usaha (HGU) kepada lembaga sertifikasi independen.
Menurut Bambang, penerapan ISPO tersebut seiring dengan rencana
ketentuan Pemerintah Uni Eropa yang mulai memberlakukan sustainable
bio-fuel yang berpotensi dapat menghambat ekspor minyak sawit ke Eropa.
Karenanya, prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi landasan
pengembangan kelapa sawit harus diterapkan di lapangan. Pembangunan
perkebunan kelapa sawit akan terus dilakukan dengan menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan keseimbangan
faktor ekonomi, ekologi dan sosial.
Dari aspek ekonomi, sumberdaya alam akan dimanfaatkan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dan menjadi devisa bagi negara sehingga terjadi
pertumbuhan dan perkembangan serta pemerataan pembangunan wilayah.
Sedangkan dari aspek ekologi, pembangunan perkebunan berupa karet,
sawit, kakao dan lada memberikan manfaat untuk mengoptimalkan lahan
kritis/terlantar, mengurangi degradasi/erosi lahan. Memberikan
kontribusi terhadap iklim mikro dan makro serta kontribusi terhadap
pengurangan ozon (GRK/Gas Rumah Kaca) serta penyeimbang ekosistem.
"Sementara dari aspek sosial dapat memberikan kontribusi terhadap
peluang/lapangan kerja, menciptakan pemerataan pembangunan, mengurangi
angka kemiskinan di pedesaan, memberikan kepastian terhadap akses
pengelolaan sumberdaya alam terutama lahan," ujar Bambang
Fallah.(yans/hmsprov).
Foto : Kaltim mengembangkan budidaya Sawit berwawasan lingkungan.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM