Pembangunan Kaltim yang Berkelanjutan Melalui Perkebunan Sawit
02 Februari 2012
Admin Website
Artikel
6332
SAMARINDA. Strategi pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan Kaltim melalui pengembangan perkebunan kelapa sawit, dinilai
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Sekaligus
memberikan berbagai manfaat besar bagi pembangunan ekonomi nasional.
"Kebijakan pembangunan berkelanjutan di subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sangat strategis, terutama dalam pemecahan masalah pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pembangunan daerah," kata Kepala Bidang Perlindungan Dinas Perkebunan Kaltim, Bambang Fallah, Senin (30/1).
Dengan demikian pengembangan kelapa sawit perlu terus dilakukan, terutama pada daerah-daerah yang secara agro ekologis memang sesuai untuk pengembangan dan perkebunan kelapa sawit.
Apalagi Kaltim memiliki sumber daya alam melimpah dan perlu didukung sumber daya manusia serta teknologi memadai untuk mendukung pengembangan usaha perkelapasawitan yang masih terbuka, guna kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
"Walaupun prospek kelapa sawit sangat baik, namun kita dihadapkan pada citra negatif kelapa sawit yang dianggap tidak mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan," ujarnya.
Karena itu, pemangku kepentingan (stakeholders) di subsektor kelapa sawit menerapkan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Program ini merupakan sertifikasi yang akan diwajibkan bagi seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan citra perkebunan kelapa sawit di Indonesia karena selama ini sini sering dicecar Lembaga Swadaya Masyarakat dari dalam dan luar negeri dengan alasan merusak lingkungan.
Ketentuan ISPO diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Tujuh prinsip ISPO yang harus dipenuhi pelaku usaha pengembangan kelapa sawit.
Tujuh prinsif ISPO itu, yakni sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
"ISPO segera diberlakukan dan saat ini sudah ada 15 auditor yang akan mengaudit perusahaan terutama yang sudah mengantongi Roundtable of Suntainable Palm Oil (RSPO). Sebagai bentuk pelaksanaan dari Permentan Nomor 19 Tahun 2011 dan sudah ada tujuh prinsip ISPO," jelas Bambang Fallah.
Prosedur yang yang dilakukan setiap perusahaan sawit adalah perusahaan perkebunan mengajukan dokumen Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin Tetap Usaha Perkebunan (ITUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) kepada lembaga sertifikasi independen.
Menurut Bambang, penerapan ISPO tersebut seiring dengan rencana ketentuan Pemerintah Uni Eropa yang mulai memberlakukan sustainable bio-fuel yang berpotensi dapat menghambat ekspor minyak sawit ke Eropa.
Karenanya, prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi landasan pengembangan kelapa sawit harus diterapkan di lapangan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit akan terus dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan keseimbangan faktor ekonomi, ekologi dan sosial.
Dari aspek ekonomi, sumberdaya alam akan dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi devisa bagi negara sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan serta pemerataan pembangunan wilayah.
Sedangkan dari aspek ekologi, pembangunan perkebunan berupa karet, sawit, kakao dan lada memberikan manfaat untuk mengoptimalkan lahan kritis/terlantar, mengurangi degradasi/erosi lahan. Memberikan kontribusi terhadap iklim mikro dan makro serta kontribusi terhadap pengurangan ozon (GRK/Gas Rumah Kaca) serta penyeimbang ekosistem.
"Sementara dari aspek sosial dapat memberikan kontribusi terhadap peluang/lapangan kerja, menciptakan pemerataan pembangunan, mengurangi angka kemiskinan di pedesaan, memberikan kepastian terhadap akses pengelolaan sumberdaya alam terutama lahan," ujar Bambang Fallah.(yans/hmsprov). Foto : Kaltim mengembangkan budidaya Sawit berwawasan lingkungan.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM
"Kebijakan pembangunan berkelanjutan di subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sangat strategis, terutama dalam pemecahan masalah pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pembangunan daerah," kata Kepala Bidang Perlindungan Dinas Perkebunan Kaltim, Bambang Fallah, Senin (30/1).
Dengan demikian pengembangan kelapa sawit perlu terus dilakukan, terutama pada daerah-daerah yang secara agro ekologis memang sesuai untuk pengembangan dan perkebunan kelapa sawit.
Apalagi Kaltim memiliki sumber daya alam melimpah dan perlu didukung sumber daya manusia serta teknologi memadai untuk mendukung pengembangan usaha perkelapasawitan yang masih terbuka, guna kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
"Walaupun prospek kelapa sawit sangat baik, namun kita dihadapkan pada citra negatif kelapa sawit yang dianggap tidak mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan," ujarnya.
Karena itu, pemangku kepentingan (stakeholders) di subsektor kelapa sawit menerapkan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Program ini merupakan sertifikasi yang akan diwajibkan bagi seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan citra perkebunan kelapa sawit di Indonesia karena selama ini sini sering dicecar Lembaga Swadaya Masyarakat dari dalam dan luar negeri dengan alasan merusak lingkungan.
Ketentuan ISPO diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Tujuh prinsip ISPO yang harus dipenuhi pelaku usaha pengembangan kelapa sawit.
Tujuh prinsif ISPO itu, yakni sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
"ISPO segera diberlakukan dan saat ini sudah ada 15 auditor yang akan mengaudit perusahaan terutama yang sudah mengantongi Roundtable of Suntainable Palm Oil (RSPO). Sebagai bentuk pelaksanaan dari Permentan Nomor 19 Tahun 2011 dan sudah ada tujuh prinsip ISPO," jelas Bambang Fallah.
Prosedur yang yang dilakukan setiap perusahaan sawit adalah perusahaan perkebunan mengajukan dokumen Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin Tetap Usaha Perkebunan (ITUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) kepada lembaga sertifikasi independen.
Menurut Bambang, penerapan ISPO tersebut seiring dengan rencana ketentuan Pemerintah Uni Eropa yang mulai memberlakukan sustainable bio-fuel yang berpotensi dapat menghambat ekspor minyak sawit ke Eropa.
Karenanya, prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi landasan pengembangan kelapa sawit harus diterapkan di lapangan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit akan terus dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan keseimbangan faktor ekonomi, ekologi dan sosial.
Dari aspek ekonomi, sumberdaya alam akan dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi devisa bagi negara sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan serta pemerataan pembangunan wilayah.
Sedangkan dari aspek ekologi, pembangunan perkebunan berupa karet, sawit, kakao dan lada memberikan manfaat untuk mengoptimalkan lahan kritis/terlantar, mengurangi degradasi/erosi lahan. Memberikan kontribusi terhadap iklim mikro dan makro serta kontribusi terhadap pengurangan ozon (GRK/Gas Rumah Kaca) serta penyeimbang ekosistem.
"Sementara dari aspek sosial dapat memberikan kontribusi terhadap peluang/lapangan kerja, menciptakan pemerataan pembangunan, mengurangi angka kemiskinan di pedesaan, memberikan kepastian terhadap akses pengelolaan sumberdaya alam terutama lahan," ujar Bambang Fallah.(yans/hmsprov). Foto : Kaltim mengembangkan budidaya Sawit berwawasan lingkungan.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM