JAKARTA--MICOM: Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menilai kebijakan makro, terutama fiskal
dan moneter, yang ditetapkan pemerintah belum memihak sektor pertanian,
sehingga merugikan petani dalam negeri.
Hal tersebut disampaikan Sekjen HKTI Benny Pasaribu, dalam
pertemuan sejumlah pengurus HKTI Oesman Sapta dengan Menteri Pertanian
Suswono, di Jakarta, Minggu (6/3).
Benny mencontohkan, kebijakan pemerintah untuk melakukan
penguatan rupiah terhadap dolar justru mendorong masuknya produk impor
pertanian sehingga memukul hasil petani dalam negeri.
Selain itu, menurut dia, upaya pemerintah untuk melindungi
petani dalam negeri dari produk pertanian negara lain juga masih rendah.
Serbuan buah impor sudah lama memasuki pasar nasional tanpa bisa
dicegah.
Saat ini komoditas pertanian juga terancam dengan masuknya komoditas sejenis yang diimpor.
Benny mengungkapkan, salah satunya adalah masuknya bawang impor
dari luar yang membanjiri Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, padahal daerah
tersebut merupakan sentra produksi bawang merah di Tanah Air.
Pada kesempatan tersebut, mantan anggota Komisi IV DPR itu juga
menyoroti masih rendahnya perhatian pemerintah terhadap riset pertanian
di dalam negeri.
"Saat ini dana untuk penelitian pertanian masih sangat rendah sementara itu kegiatan riset juga tidak fokus," katanya.
Akibatnya seperti efek bola salju, ungkap Benny, petani
Indonesia menjadi miskin. Data BPS menyebutkan lebih dari 50% petani
Indonesia adalah miskin.
Untuk meningkatkan kemakmuran petani, kebijakan pembangunan sektor pertanian sudah seharusnya didukung seluruh kementerian.
"Jika negara ingin makmur, petani harus makmur. Pembangunan
pertanian harus memakmurkan petani, dan tak mungkin hanya ditanggung
Kementerian Pertanian. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemakmuran
petani yakni dengan menciptakan kebijakan ekonomi yang memihak
pertanian," katanya.
Menanggapi hal itu Menteri Pertanian Suswono menyatakan, memang
diperlukan adanya perlakuan yang spesifik untuk petani di dalam negeri
guna meningkatkan kemakmuran mereka.
Petani di negara maju, tambahnya, selain memiliki tanah garapan
yang luas, juga masih mendapatkan subsidi dari pemerintah bahkan
perlindungan dari masuknya produk impor.
Dia mencontohkan, di Luksemburg Eropa, seorang petani memiliki
lahan hingga 40 ha serta pemilikan ternak sapi 75 ekor mendapatkan
subsidi pakan ternak sehingga mereka bisa mendapatkannya secara gratis.
Sementara itu, lanjutnya, di Jepang pemerintah menetapkan
kebijakan harga pangan yang tidak murah yakni untuk beras setara
Rp50.000/kg guna memberi insentif kepada petani.
Meskipun demikian, Suswono menyatakan pemerintah Indonesia juga
terus memberikan insentif maupun perlindungan kepada petani salah
satunya saat menghadapi perubahan iklim dewasa ini.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, MINGGU, 6 MARET 2011