NUSA DUA. Pertemuan "The 5th Indonesian International Cocoa Conference
2011" yang diikuti para pelaku perkebunan, industri dan organisasi kakao
internasional di Nusa Dua, Jumat malam sepakat membangun
keberlangsungan tanaman kakao bagi petani tanpa merusak lingkungan.
"Rekomendasi kami adalah bagaimana membangun keberlanjutan kakao
secara bersama-sama, baik petaninya bisa merasakan keuntungan dengan
usaha ini, pedagangnya, industrinya juga begitu tanpa merusak alam dan
lingkungan," ungkap Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi
Sikumbang disela-sela penutupan konferensi coklat internasional ini.
Menurut dia, Indonesia sudah membentuk "Cocoa Sustainability
Partnership". Masing-masing organisasi di dunia ini dianjurkan membentuk
organisasi "sustainability" yang nantinya berada di bawah "World Cocoa
Foundation" sebagai penyatu semua usaha-usaha bersama.
Terkait jumlah ekspor biji kakao, Zulhefi mengatakan, untuk tahun
ini Indonesia hanya akan mengekspor 300.000 ton saja, sedangkan untuk
konsumsi dalam negeri sebanyak 250.000 ton. Hal tersebut dikarenakan
pengaruh iklim yang sering hujan, sehingga seharusnya kakao dapat
dipanen setahun dua kali, namun kali ini hanya dapat dipanen setahun
sekali.
"Untuk harga kakao sendiri umumnya saat ini adalah 3.000 dolar per ton," katanya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu yang hadir
dalam penuntupan mengatakan, konferensi tersebut layak diapresiasi
karena selain dari tahun ke tahun terdapat perkembangan, juga
kegiatannya dilakukan di Indonesia.
"Yang pertama apresiasi. Ini dilakukan di Indonesia karena ini
pertemuan internasional. Saya lihat perkembangannya dari jumlah peserta
dari 51 negara, naik 23 persen dibanding tahun 2007," katanya.
Selain itu, menurut Mari, perkembangan tentang kakao juga dapat
dilihat dari adanya kerja sama dan kolaborasi antara produsen dan
petani, juga antara produsen dan industri.
"Ketiga, kalau dari segi permintaan itu naik. Walaupun Amerika dan
Eropa mungkin tidak naik. Karena pertumbuhan di Asia emerging dengan
pendapatan, dan mereka akan konsumsi lebih banyak coklat," tuturnya.
Sedangkan dari sisi suplai, menurut Mari, adalah persaingan penggunaan lahan peningkatan produksi yang harus bisa disikapi.
"Jadi kunci utamanya kemajuan kakao adalah meningkatkan
produktivitas, karena kalau produktivitas meningkat, petaninya juga
naik, penggunaan lahan juga akan berkurang, jadi untuk terus
meningkatkan produksi tidak harus melalui perluasan lahan. Kalau kita
ingin kakao berkelanjutan secara ekonomi, itu berarti harga, insentif
untuk petani dan lingkungan diperhatikan," ujarnya.
DIKUTIP DARI ANTARA NEWS, JUMAT, 8 JULI 2011