MEDAN--MICOM: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
Sumut tetap berharap pemerintah mengevaluasi penetapan bea keluar minyak
sawit mentah yang sudah mencapai 25 persen untuk pengiriman Maret,
karena diyakini kuat pajak ekspor itu mengancam daya saing.
"Diakui hingga kini, pemerintah masih saja tetap menerapkan BK (bea
keluar) bahkan, kemarin Kementerian Perdagangan masih menetapkan sebesar
25 persen atau sama dengan besaran sebelumnya, " kata Bendahara Gapki
Sumut, Laksamana Adiyaksa, di Medan, Kamis (24/2).
Mengutip peryataan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh di Jakarta, Rabu (23/2), Laksamana
menyebutkan, harga referensi bulan Maret menjadi US$1.294,53 per metrik
ton.
"Mudah-mudahan saja, skema penetapan BK ekspor CPO progresif
berdasarkan perkembangan harga CPO internasional yang tetap dijalankan
pemerintah tidak menjadi bumerang akibat melemahkan daya saing produk
nasional," ujar Adiyaksa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.67/2010 tentang Penetapan
Barang Ekspor Yang Dikenakan BK, BK CPO ditetapkan berdasarkan harga
referensi yang dihitung dari rata-rata harga CPO di Rotterdam, Belanda,
satu bulan sebelumnya.
Kebijakan skema tersebut dinilai pengusaha menimbulkan ketidakpastian biaya bagi eksportir.
"Mungkin pengusaha masih bisa menekan kerugian dari besaran BK itu,
tetapi yang sudah pasti merugi adalah petani karena pengusaha
membebankan bea itu ke harga beli ," katanya.
Harga crude palm oil (CPO) memang bergerak naik akibat
permintaan yang meningkat dan pengaruh harga minyak mentah. Tender CPO
di Kantor Pemasaran Bersama PT.Perkebunan Nusantara, Kamis sore misalnya
terjual Rp8.400 per kg, setelah pada tanggal 22 Februari
harga CPO di bursa Rotterdam untuk pengapalan Februari dan Maret ditutup US$1.255 per metrik ton.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), H Anizar
Simanjuntak, menyebutkan, beban apa yang dikenakan pemerintah ke
pengusaha imbasnya ke petani juga.
"Makanya Apkasindo, bukan hanya ikut meminta pemerintah
mempertimbangkan kembali skema perhitungan penetapan BK tersebut,
tettapi juga menghapuskannya," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, JUMAT, 25 PEBRUARI 2011