JAKARTA. Meski sudah memberikan kontribusi besar
terhadap bangsa dan negara, industri kelapa sawit belum mendapat
dukungan memadai dari pemerintah. Bea keluaran (BK) minyak sawit mentah
(crude palm oil/CPO) yang diterapkan, tiadanya perhatian terhadap
penelitian dan pengembangan bibit sawit, dan peraturan yang tumpang
tindih merupakan sejumlah contoh betapa sektor kelapa sawit yang
menyerap 3,5 juta tenaga kerja dan menjadi primadona ekspor nonmigas
dibiarkan tercecer oleh pemerintah.
Kontribusi sawit yang sangat
besar terhadap perekonomian nasional saat ini adalah berkat kebijakan
pemerintah pada beberapa decade lalu, bukan hasil kebijakan pemerintah
saat ini. Jika tidak ada kebijakan yang mendukung, bukan tidak mungkin
nasib sawit nantinya seperti gula, teh, dan karet. Pada masa lalu,
Indonesia menjadi eksportir terbesar tiga komoditas itu.
Kini,
Indonesia menjadi importir. Negara lain di sepanjang garis Khatulistiwa
seper ti Brasil berpotensi besar menjadi produsen dan eksportir nomor
satu CPO dan produk turunannya.
"Jangan sampai nasib sawit
seperti karet, gula, dan teh. Indonesia tidak lagi menjadi produsen dan
eksportir terbesar," kata ekonom Fadhil Hasan pada acara Diskusi Ringan
tentang Masa Depan Industri Sawit yang digelar para pengusaha yang
terhimpun dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di
Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (13/8).
Diskusi yang dipandu
Fadhil Hasan itu menghadirkan Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit
Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad, anggota Komisi VII DPR Erik Satria
Wardhana, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, dan Pemimpin Redaksi
Investor Daily Primus Dorimulu.
DIKUTIP DARI DAILY INVESTOR, SELASA, 14 AGUSTUS 2012