JAKARTA. Peraturan bea keluar (BK) bagi kelapa sawit dinilai tidak mempengaruhi pergerakan naik turun kinerja ekspor komoditas ini.
"Peraturan bea keluar sama sekali tidak menyebabkan penurunan ekspor
minyak kelapa sawit. Pasalnya Indonesia menguasai pasar CPO dunia
bersama dengan Malaysia. Jika Indonesia menerapkan bea keluar, industri
asing justru akan menaikkan harga," kata Direktur Jenderal Industri Agro
Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi ketika dihubungi di Jakarta,
Jumat malam (13/4).
Menurut Benny, BK justru menguntungkan Indonesia, seperti ketika
India mengurangi bea masuk CPO setelah mengetahui Indonesia mengenakan
BK. "India awalnya mengenakan bea masuk sebesar 45 persen, ketika
Indonesia mengenakan BK, maka India menurunkan bea masuk hingga 15-20
persen," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa melalui PMK 67/PMK.011/2010
tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK, besaran BK antar
produk hulu dan hilir hampir sama. Hal ini menyebabkan hilirisasi
industri kelapa sawit tidak begitu berkembang.
"Aturan ini akan mempercepat proses hilirisasi industri kelapa sawit
karena investasi justru akan meningkat," tuturnya.
Benny menambahkan, akan ada insentif bagi investor yang akan
menanamkan investasi di sektor hilir kelapa sawit. Pada 2014, pemerintah
akan mewajibkan ekspor 70 persen untuk produk hilir dan 30 persen
produk hulu.
"Kalau sudah bangun pabrik baru bisa diberi insentif seperti tax
holiday. Hanya saja, proses hilirisasi kelapa sawit dan kakao
tidak bisa disamakan. Jika industri kakao cukup satu tahun dibangun
sudah menampakkan hasil seperti peningkatan ekspor kakao olahan dan
investasi dalam negeri, akan tetapi kelapa sawit butuh waktu lebih
lama," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SABTU, 14 APRIL 2012